Aku harus memberitahu seseorang tentang cerita ini, dan aku tidak bisa menceritakannya pada orang yang ku kenal, jadi aku rasa itu adalah kamu. Nama ku Rick. Aku tinggal dengan ibuku di dalam sebuah apartemen dua kamar di Chicago. Ibu ku bekerja di salon untuk mencukupi kebutuhan hidup kami.
Setiap pagi tepat jam 6 dia akan masuk ke kamar ku dengan secangkir kopi lalu membangunkan aku untuk pergi ke sekolah. Dia selalu menaruh kopi itu di atas meja ku kemudian duduk disisi tempat tidur ku. "Hey Big Guy, bangun dan sarapan. Waktunya untuk bangkit dan bersinar!" Waktu yang sama, rutinitas yang sama setiap pagi.
"Hey Mom." Aku berbalik di bawah selimut itu saat dia mengguncang bahu ku, menepuk pantat ku dan mencium leher ku. "Beberapa menit lagi?" Hal yang sama, setiap pagi.
"Tentu," katanya. "Kau bisa ke sekolah dengan datang terlambat. Universitas mana yang akan peduli jika kau tidak masuk ke kelas tepat waktu?"
"Omong kosong." Aku menguap, bangkit dari tempat tidur dengan celana pendek ku, mengambil kopi itu, lalu menuju ke kamar mandi. Hal yang sama, setiap pagi.
Jadi pada suatu malam beberapa minggu yang lalu, Ibu pergi ke sebuah meeting PTA. Begitu dia pergi, aku menelpon Cindy pacar ku dan memintanya untuk datang. Kami sedikit menghisap ganja dan minum beer di halaman belakang, dan kemudian bercinta di kamar ku. Setelah itu pacar ku pergi dan aku tertidur.
Hal berikutnya yang aku tahu: "Hey Big Guy, bangun dan sarapan!"
"Arrgh." Aku masih merasa sedikit mabuk.
"Ayolah, Rick, bangun." Dia menaruh satu tangannya di bahu ku dan satunya lagi di pantat ku, kemudian mulai mengguncang-guncang tubuh ku.
"OK, aku bangun, aku bangun!" Ibu melangkah mundur saat aku membuka selimut itu lalu berdiri. Aku mendengar dia menahan napas, lalu aku memandang kepadanya. Dia menatap selangkangan ku. Aku melihat ke bawah. Sial! Setelah Cindy pergi aku langsung tertidur dalam keadaan telanjang.
Sekarang aku sedang berdiri tepat di depan ibu ku dengan sebuah kontol yang mengejang: ukurannnya 8 inchi dan menunjuk dengan bangga ke arahnya. Saat aku berdiri mematung untuk beberapa lama, kedua matanya tidak pernah lepas dari kontol ku.
"Sial, Mom, ma'afkan aku!" Kata ku sambil kembali naik ke atas ranjang lalu menarik selimut untuk menutupi ku.
"Apa?" Ibu ku tidak bergerak. Dia tampak seperti sedang tidak sadarkan diri.
"Aku lupa kalau aku telanjang."
"Oh. Itu." Kesadarannya akhirnya pulih lalu duduk diatas ranjang itu. Dia menaruh tangannya diperut ku, sangat dekat dengan kontol ku yang masih mengeras. "Sayang, aku sudah pernah melihat semua yang ada pada mu... meskipun aku akui itu memang sudah lama. Kau... um, aku lihat kau sudah berkembang dengan baik. Kau tidak perlu merasa malu."
"Jeez, Mom, Aku merasa malu karena aku berdiri di depan mu dengan sebuah kontol yang mengeras."
"Sayang, itu adalah hal yang normal, terutama pada seorang pemuda seperti mu. Aku ini ibu mu dan aku mencintai mu, jadi apapun yang telah kau lakukan, tidak perlu merasa malu, sayang." Dia sedikit memeluk ku lalu berdiri. "Sekarang bangun dan mandilah." Dia bangkit dari tempat tidur dan menunggu.
Dengan rasa malu, aku membuka kembali selimut itu lalu bangkit dari tempat tidur. Saat aku berdiri, aku melihat kedua mata ibuku bergerak ke arah ereksi ku lagi. Sebelum aku bisa melangkah ke kamar mandi, ibu melangkah ke arah ku, menaruh tangannya disekitar ku, lalu memeluk ku.
Saat aku membalas pelukannya, aku merasakan kontol ku menekan gaun tidurnya hingga menembus ke kaki-kakinya. "Aku menyayangi mu Rick," katanya.
"Aku juga, Mom."
Dia melepaskan pelukannya, lalu aku mengambil kopi yang ada di meja itu kemudian berjalan keluar pintu, merasakan kedua mata ibu ku di pantat ku saat aku pergi.
Seperti biasanya aku mengocok di shower, tapi kali ini saat aku melakukannya aku memikirkan tentang bagaimana mata ibuku yang terpaku pada kontol ku. Saat aku orgasme, kekuatannya hampir membuat ku terjatuh. Hmmm, pikir ku, aku harus mencobanya lagi besok.
Besok paginya saat ibu masuk, aku telanjang lagi. Aku bangun dan mengambil kopi. "Mulai membiasakan diri untuk tidur telanjang sekarang?" katanya.
"Yeah, aku mulai menyukainya," kata ku.
"Aku, juga," katanya. Aku memandang ke arahnya. Dia menatap ke arah kontol ku lagi. Matanya segera bergerak naik ke mata ku, dan wajahnya memerah. "Maksud ku... aku juga suka tidur telanjang."
Aku memandang ke arah gaun tidurnya.
"Tapi tentu, aku mengenakan sesuatu sebelum aku membuat kopi dan membangunkan mu."
"Kenapa, bu? Apa kau merasa malu untuk telanjang di dekat ku? Bukankah kemarin kau mengatakan bahwa tidak perlu merasa malu." Aku menghirup kopi ku.
"Ummm.... tidak syang, tentu saja tidak, tapi... well, aku ini ibumu." Sambil mengatakan itu, matanya tidak bisa lagi menghindar dari selangkangan ku. Aku bukanlah seorang exhibitionist, tapi aku mulai menikmati saat telanjang di sekitar ibuku, karena aku jadi bergairah saat dia memandang kontol ku.
"OK, Mom," kata ku. Aku memeluknya, sekali lagi merasakan ereksi ku menekan ke tubuhnya. Dia membalas pelukan ku dan menepuk pantat ku, lalu membelainya.
Kemudian aku berjalan ke arah shower itu, sekali lagi sambil merasakan kedua matanya di tubuh ku yang telanjang saat aku bergerak.
Esok paginya saat ibu masuk untuk membangunkan ku, dia juga telanjang. Aku bangkit dari tempat tidur lalu berdiri, kami saling memandang. Mulut ku terbuka lebar. Ibu ku tampak sungguh luar biasa. Tinggi, kaki-kaki yang kencil. Pinggang yang ramping. Payudara yang full, kencang. Putingnya keras.
Pikiran pertama yang muncul dibenak ku adalah, "Dia dingin," tapi kemudian aku mendeteksi aroma seksual di udara. Ternyata ibuku merasa terangsang.
Saat kami terus saling menatap, penis ku, yang sudah melembek dan menggantung di kaki ku, sekarang mulai mengeras lagi. Ibu ku mengamati saat kontol ku membesar dan mengeras secara perlahan hingga ke ukuran maksimalnya dan menunjuk ke arahnya.
"Apa ini OK, Rick?" katanya. Dengan malu-malu, seolah-olah dia takut bahwa aku menjadi shock, atau tidak menyukai tubuhnya. "Aku senang telanjang, dan setelah pembicaraan kita kemarin pagi, aku memutuskan bahwa sungguh konyol jika aku menyembunyikan tubuh ku dari anak ku sendiri."
"Tentu, Mom, tentu saja itu OK. Ya Tuhan, kau cantik sekali! Aku tidak tahu itu. Kau bisa menjadi seorang model."
Wajahnya memerah, kemudian melakukan sedikit putaran yang membuat ku bisa melihat pantat kecilnya yang indah. Saat dia membalikkan tubuhnya, aku menyadari untuk pertama kalinya bahwa vulvanya itu benar-benar mulus, sama sekali tidak berbulu.
"Terima kasih sayang. Aku mencoba mempertahankan bentuk tubuh ku."
"Itu berhasil, Mom. Kau terlihat hot! Apa aku boleh bertanya? Bagaimana kau bisa membuat kulit mu semulus itu?" Aku berharap untuk mempertahankan percakapan selama mungkin, khawatir bahwa aku tidak akan pernah lagi punya kesempatan untuk melihat tubuh indahnya yang telanjang.
"Tekadang, saat kau sedang berada disekolah, aku berbaring di halaman belakang dan berjemur." Katanya.
Pikiran ku membayangkan tentang ibu ku yang sexy sedang berbaring telanjang di samping kolam renang itu. "Benarkah?" kata ku. "Bagaimana dengan para tetangga?"
"Mereka tidak bisa melihat apapun dibalik pagar itu, sayang. Kau harus mencobanya sekali-sekali. Itu bagus untuk mu."
"Mungkin aku akan mencobanya, Mom."
Meskipun dia sedang bicara pada ku, tapi matanya menatap kontol ku. Aku melihat ke bawah. Aku juga merasa bergairah karena ereksi ku benar-benar menunjuk pada 45 derajat, bukannya hanya menunjuk lurus di depan ku. Setiap kali jantung ku berdenyut, kontol ku akan sedikit bergerak naik turun.
Kontol ku terasa lebih keras dibanding yang pernah kurasakan sebelumnya. Saat kami saling mengamati, sedikit air mani menetes dari ujung kontol ku kemudian jatuh secara perlahan ke lantai, meninggalkan sebuah jejak halus yang panjang dibelakangnya. Saat aku kembali menatap ibu ku, dia sedang menjilati bibirnya.
"Apa aku boleh bertanya lagi, Mom? Aku tidak melihat sedikitpun bulu.... dibawah sana. Apa kau mencukurnya?"
Dia mengalihkan tatapannya dari kontol ku dan menatap ke arah mata ku. "Oh, tidak, sayang. Seorang teman ku disalon yang mencukurkannya untuk ku, dan aku mencuku untuknya."
"Kenapa kau melakukannya?" kata ku.
"Oh, well, itu membuat ku jadi merasa benar-benar bersih dan sexy. Dan itu membuat... umm, well, sesuatu hal, umm, yang lebih menyenangkan untuk dilakukan." Sambil mengatakan itu, tangannya bergerak ke bawah dan tanpa sadar menggosok selangkangannya.
Kupikir aku akan muncrat seketika itu juga, dan sedikit desahan keluar dai mulut ku. Dia menyadari apa yang dia lakukan, segera menjauhkan tangannya, dan wajahnya kembali memerah. Aroma sex darinya sekarang jadi semakin kuat.
"Aku mengerti, Mom." Aku memandang ke arah biji-biji ku yang berbulu dan kontol ku. "Mungkin aku juga harus mencukurnya. Apa kau atau teman mu bisa melakukannya untuk ku?" Bukannya aku ingin menyingkirkan bulu-bulu itu, melainkan aku merasa terangsang oleh pemikiran tentang ibuku yang menyentuh ku di bawah sana.
"Well... aku akan memikirkannya. Sekarang, sebaiknya kau segera mandi, sayang."
"OK, mom," kata ku. Aku melangkah ke arahnya lalu memeluknya. Aku sedikit lebih tinggi darinya dan saat kami berpelukan ereksi ku menekan vulvanya. Aku merasakan air mani ku menempel di kulitnya. Dia jadi sedikit gemetar, kemudian balas memeluk ku.
Saat tangannya bergerak untuk menepuk pantat ku, aku menggerakkan tangan ku ke bawah dan menepuk pantatnya, juga. Dia kembali gemetar, kemudian mendorong ku secara perlahan agar menjauh. Aku mengambil kopi itu lalu berjalan ke kamar mandi, kontol ku memandu jalan ku.
Selama satu minggu itu, ibu selalu telanjang saat dia masuk dengan kopi ku, dan aku telanjang saat berbalik di tempat tidur itu. Bukannya jadi merasa nyaman dengan situasi tersebut, aku malah menjadi semakin bergairah setiap hari, bangun lebih awal dan mengantisipasi kedatangannya.
Ereksi ku selalu sekeras batu saat aku bangun, dan ibuku selalu melihat (dan tersenyum) juga terangsang. "Pelukan telanjang" kami itu adalah puncak dari hari ku, dan aku sudah cukup berubah menjadi seorang exhibitionist.
Minggu berikutnya aku mengatur siasat lain. Pada Senin aku bangun lebih awal dengan kontol yang sekeras batu, lalu memutuskan untuk mengocok di ranjang bukannya di shower.
Aku mengenakan headphone, tapi tidak menyalakan MP3 playernya. Aku menarik selimut itu ke bawah, tidak menutupi tubuh ku yang telanjang, pura-pura menutup kedua mata ku, dan secara perlahan mulai mengocok batang kontol ku.
Saat ibuku masuk ke pintu itu, aku mendengar dia menahan napas melalui headphone pu. Baginya, kedua mata ku terlihat seperti tertutup dan aku sedang mendengarkan musik sambil mengocok kontol ku secara perlahan.
Kedua matanya terpaku pada kontol ku saat dia berjalan perlahan ke sisi tempat tidur ku dan menaruh kopi dimeja ku. Aku pikir dia akan pergi, tapi dia malah berdiri saja disana, hanya beberapa kaki dari mu saat aku terus mengocok kontol ku.
Sambil menjaga mata ku seolah-olah tertutup, aku menggerakkan tangan ku ke bagian dasar kontol ku, kemudian mulai meremas-remas biji kontol ku.
Aku mendengar dia mengerang sedikit dan mengawasi saat tangan kirinya bergerak ke bawah lalu mulai menggosok memeknya yang mulus, sementara tangan kanannya bergerak ke atas dan mulai memijit puting-putingnya.
Aku mencium aroma seksualnya, lebih kuat dibanding yang pernah tercium sebelumnya. Aku membuat ibuku sendiri jadi terangsang! Aku jadi merasa luar biasa bergairah.
Aku mengocok kontol ku di depan ibuku, dan itu membuatnya jadi horny. Aku berharap dia akan terus menonton sampai aku muncrat, tapi merasa kecewa saat dia tiba-tiba berjalan keluar meninggalkan kamar ku.
Aku mengira mungkin aku telah membuatnya jadi malu, atau sifat tabu dari mengawasi anaknya sendiri sedang terlibat di dalam sebuah aksi seks itu terlalu berlebihan untuknya. Tapi beberapa saat kemudian, dia kembali sambil membawa sebuah botol kecil.
Dia duduk diranjang disebelah ku lalu menaruh tangannya dibahu ku. Aku membuka mata ku, berpura-pura terkejut. "Mom, Oh, jezz, ma'afkan aku!" Aku melepaskan headphone ku, tapi salah satu tangan ku tetap memegang kontol ku.
"Tidak apa-apa, sayang." Dia memandang ke arah kontol ku, lalu menjilati bibirnya. "Apa yang kau lakukan itu natural dan menyehatkan untuk seorang pria seusiamu. Aku membawakan mu sesuatu yang akan membuatnya jadi lebih ... nikmat."
Dia membuka botol kecil itu, dan aku membaca labelnya. "Astroglide?"
"Yeah," katanya, melepaskan tutup botol itu. "Aku menggunakannya saat aku .... ini membuat semuanya jadi licin."
Dia sedikit memencet isi botol itu ke jarinya lalu menggosokkannya ke sekitar ku agar aku bisa melihat, kemudian menggosokkan jari-jarinya yang basah ke tangan ku. "Nah lihatkan? Apa kau mau mencobanya?" Dia menyodorkan botol itu.
"Umm, tentu," Kata ku. "Lanjutkanlah."
Dia menatap ku. "Maksud mu kau ingin aku mengoleskannya pada mu?" katanya.
"Ya, kurasa," kata ku. Aku mengira bahwa dia cuma akan mengoleskannya ke kontol ku, atau ke tangan ku.
Tapi ternyata dia mengoleskannya ke tangannya sendiri, menaruh botol itu, lalu menggosok-gosokkan kedua tangannya. Aku melepaskan kontol ku dan mengamati dengan tidak sabar saat tangannya bergerak ke arah kontol ku yang berdenyut.
Saat kedua tangannya menyentuh ku, aku tidak bisa menahan erangan ku. Aku merasa begitu nikmat!
Pertama, kedua tangannya membelai kontol ku, bergerak keatas dan kebawah dan memutar-mutar disekitar kontol ku, menebarkan pelicin itu keseluruh batang kontol ku.
Kemudian dia menggerakkan salah satu tangannya ke bawah untuk meremas-remas biji kontol ku, menebarkan cairan itu diseluruh kantong biji kontol ku sedangkan tangan satunya lagi terus bekerja pada batang kontol ku.
Aku memandang wajahnya: dia menatap ke arah tangannya yang bergerak naik turun di kontol ku, dan menggerak-gerakkan biji kontol ku secara perlahan. Napasnya terdengar berat, dan puting-putingnya terlihat sangat keras.
Kemudian dia menjauhkan tangannya dari ku lalu berdiri. "Nah sudah," katanya. "Itu seharusnya akan membuatnya jadi lebih nyaman untuk mu."
"Jangan berhenti, Mom! Oh, ku mohon, rasanya nikmat sekali!"
Dia menatap ku tanpa mengatakan apapun, dan aku pikir aku mungkin sudah terlalu berlebihan. Tapi kemudian dia kembali duduk dan meraih kontol ku lagi. Sekali lagi, aku harus mengerang karena tidak tahan saat tangannya mulai bekerja naik turun di kontol ku.
Aku mengerang, "Oh, Mom, yeah," dan dia pun mulai mengocok kontol ku dengan lebih cepat. Astroglide itu membuatnya jadi terasa sangat nikmat, dan lebih sensasional dibanding jika mengocok dalam keadaan kontol yang kering.
Selain itu, juga membuat hal-hal jadi lebih berisik" Tangan ibuku membuat suara slap-slap-slap yang berirama saat dia benar-benar asyik mengocok kontol ku. Sementara itu, aku merasakan kegelian yang familiar. "Mom, aku akan segera muncrat!"
Dia merespon dengan sedikit mengerang, dan mengocok kontol ku lebih cepat lagi. Rasa geli itu mulai merambat dan menjalar ke seluruh tubuh ku.
Aku mengawasi saat semprotan pertama dari sperma ku memancar keluar dari ujung kontol ku, dan semprotan itu mungkin mencapai tiga kaki tingginya, kemudian jatuh ke kaki ku dan tangan-tangan ibuku.
"Ohh! Aaaaah! Aaaaah! God! Aaaaah!" Aku mengejang dan mengerang saat aku terus menyemburkan lendir ku ke tubuh ku sendiri dan ke tangan ibuku. Aku menaruh tangan ku dipunggungnya dan meremasnya erat-erat saat orgasme mengambil alih tubuh ku.
"Yes, Baby" dia mendesah.
Orgasme itu begitu kuat sehingga ku melihat bintang-bintang, dan untuk sesaat aku merasa taku bahwa aku mungkin akan jatuh pingsan. Secara perlahan, penglihatan ku kembali pulih dan kontol ku berhenti memompa lendirnya.
Tangan ibuku berhenti mengocok, dan jempolnya bergerak diatas ujung kontol ku, mengoleskan sperma ku ke sekitar ujung kontol itu. Rasanya sungguh luar biasa. Aku serasa sedang berada disurga.
"Nah selesai," katanya. "Merasa lebih baik?"
Aku mengeluarkan hembusan napas yang panjang. "Mom, itu terasa sangat nikmat. Pelicin itu luar biasa, dan rasanya jauh lebih baik dibanding saat orang lain yang melakukannya."
Dia memandang ku, masih terus menggosok-gosok ujung kontol ku dengan jempolnya. "Apa kau melakukan ini setiap hari, sayang?"
"Yeah, biasanya di dalam shower."
Dia memalingkan wajahnya dan terdiam sejenak. "Aku bisa melakukan ini untuk mu setiap pagi, Rick.... jika kau mau."
"Kau bercanda," kata ku. "Kau benar-benar akan melakukan itu untuk ku? Kenapa?"
Dia kembali menatap ku. "Ya, sayang. Karena kau membutuhkannya, dan karena aku sayang pada mu, dan karena... aku menikmatinya, juga."
"Terkadang aku mengocok kontol ku dua atau tiga kali sehari," kata ku dengan penuh harap.
Dia tertawa lalu berdiri. "Untuk saat ini kita melakukannya hanya dipagi hari saja." Sambil mengatakan itu, dia memperhatikan sperma ku menetes ke tangannya. "Aku akan mengambilkan mu sesuatu untuk membersihkannya," katanya.
Aku mengawasi pantatnya yang telanjang saat dia berjalan keluar, kemudian mengawasi payudaranya yang berayun saat dia kembali sambil membawa sebuah kain lap dan sebuah handuk. Dia duduk lalu membersihkan kontol ku dengan perlahan, biji-bijinya, dan kaki-kaki ku, lalu menyeka sperma ku dari tangan dan lengannya.
"Kontol mu masih keras," katanya.
"Yeah, well, ini sangat menggairahkan bagi ku."
"Aku juga, sayang," katanya. "Sekarang, pergilah ke shower itu."
Aku berdiri dan memeluknya. Kali ini, tangan ku meremas pantatnya, dan menarik tubuhnya ke arah ku. Dia mengerang dan menempelkan vulvanya ke dalam ereksi ku, kemudian aku menaruh tangannya di bahu ku, mencium ku sedikit, lalu mendorong ku. "Pergilah," katanya.
Aku meraih kopi itu lalu berjalan menuju ke kamar mandi.
Selasa, Rabu, dan Kamis juga sama: ibuku yang cantik akan masuk ke dalam kamar ku pada pukul 6 pagi dalam keadaan telanjang bulat, sambil membawa sebuah kain lap dan sebotol Astroglide. Dia menarik selimut itu untuk membuka tubuh telanjang ku, lalu mengoleskan pelicin itu di kontol dan biji-biji ku.
Jika saat itu kontol ku belum mengeras, maka dia akan bermain-main dengan penis ku sampai benar-benar ereksi; kemudian dengan penuh kasih sayang dan cekatan dia mengocok kontol ku sampai aku muncrat berkali-kali. Aku hampir tidak mempercayai keberuntungan ku!
Aku sudah tidak tahan ingin meremas payudaranya, bermain-main dengan memeknya, dan lain-lain, tapi aku takut bahwa jika aku melakukan itu, maka dia akan merasa hock lalu mengakhir semua kesenangan itu.
Pada hari Jum'at pagi dia datang seperti biasa, telanjang, tapi tanpa membawa kain lap dan Astroglide. Sial, Apakah dia memutuskan bahwa mengocok kontol anaknya sendiri itu salah? Kontol ku sudah tidak sabar ingin segera disentuh olehnya.
"Mom?" Kata ku.
Dia tersenyum. "Jangan cemas, sayang. Aku akan membereskan mu. Aku cuma berpikir bahwa kita akan melakukan yang sedikit berbeda hari ini, bagaimana?"
Dia menarik selimut ku lalu berlutut di antara kedua kaki ku, tangannya meraih kontol ku yang sudah siap.
"Apa kau akan mengocok kontol ku dalam keadaan kering?" tanya ku.
"Tidak juga." Dan sambil mengatakan itu, dia menunduk lalu memasukkan ujung kontol ku ke dalam mulutnya.
"Oh, Mom!" aku mengerang. Aku mengawasi saat kepalanya menunduk, menelan habis setengah dari batang kontol ku, kemudian kembali ke atas, lalu turun lagi dan naik lagi beberapa kali.
Dia menjilati seluruh bagian kontol ku, membasahi batang batang kontol ku, kemudian kembali memasukkan kontol ku ke dalam mulutnya lalu menurunkan kepalanya sejauh mungkin sampai seluruh batang kontol ku lenyap ke dalam mulutnya, dan bibirnya menyentuh tulang panggul ku.
Ibu ku sedang menghisap kontol ku. Aku tidak bisa menggambarkan betapa nikmatnya itu. "Mom mulut mu terasa begitu nikmat di kontol ku."
Dia menjawab dengan sebuah erangan. Dia mulai menghisap ku dengan bersungguh-sungguh; sementara kepalanya naik turun dengan cepat, bibirnya menciptakan sebuah vacuum yang kuat sehingga menambah rasa nikmat itu.
Lalu dia melingkarkan tangannya dibagian dasar kontol ku dan menggunakan itu untuk mengikuti bibirnya yang naik turun. Dia mengerjakan semua bagian dari kontol ku disepanjang waktu, dan itu memang efektif. Aku mulai merasakan orgasme ku.
"Mom, hati-hati, aku akan segera muncrat!" Aku mengharapkan dia untuk menjauhkan kepalanya tapi dia malahan mulai mengerang lagi dan menghisap ku dengan lebih cepat dan lebih kuat.
Aku meledak di dalam mulutnya."Aaaaaaah! God, Mom!!" Aku mulai mengejang dan dia menaruh tangannya di perut ku untuk menahan ku ke bawah.
Mulutnya tidak pernah meninggalkan kontol ku, dan aku tahu bahwa dia sedang menelan sperma ku. Tidak ada wanita yang pernah melakukan itu untuk ku, tapi ibuku tercinta sedang melakukannya untuk ku.
Orgasme mu akhirnya mereda, dan aku berhenti mengejang. "Ohhh," Kata ku.
Ibu menjauhkan mulutnya dari kontol ku dan memandang ku, aku bisa melihat sedikit sisa sperma ku menetes dari bibirnya.
Saat kami saling memandang, lidahnya keluar dan menangkap sperma yang menetes itu. Dia memutar-mutar sperma itu di mulut untuk sesaat, menikmatinya, kemudian menelannya. Aku jadi sedikit menggigil, dan dia tersenyum pada ku.
"Kau menyukainya?" Katanya.
"Apa kau bercanda, Mom? Apa kita bisa melakukan itu setiap hari?"
Dia tertawa. "Bisa saja," katanya. Kemudian dia duduk dan menjilati sebagian sperma yang masih terus merembes keluar dari ujung kontol ku, dan menelan itu, juga. Dia menatap tajam pada ku. "Kontol mu masih tetap keras."
Tangan ku menjangkau ke bawah dan menggosok lengan bawahnya secara perlahan, lalu menariknya agar naik ke atas tubuhku, face to face. "Itu karena kau begitu cantik, Mom." kata ku.
Tangan kiri ku bergerak ke bawah untuk membelai pantatnya sedangkan tangan kanan ku bergerak ke belakang kepalanya, lalu menariknya untuk mencium ku. Matanya menutup saat bibir kami bertemu, dan bibirnya terbuka saat lidah ku menemukan lidahnya.
Dia mengerang jauh di dalam tenggorokannya, dan menurunkan memeknya ke kontol ku saat kami berciuman dengan penuh nafsu. Kemudian matanya tiba-tiba terbuka lalu dia bergerak menjauh, seolah-olah dia baru saja tersadar.
"Well, umm... itu menyenangkan kurasa! Aku rasa... Aku rasa kita seharusnya membuat mu bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, heh heh." Dia berdiri. "Aku tadi lupa untuk membuatkan mu kopi; Aku akan melakukannya saat kau mandi."
Aku juga berdiri. "Mom, apa aku melakukan sesuatu yang salah?"
"Tidak, sayang, aku hanya... kita cuma harus tetap berhati-hati. Apa kau mengerti?"
"Tentu, Mom, kurasa," kata ku. Apa yang aku pahami adalah bahwa meskipun dia mau mengulum kontol ku, tapi dia tidak ingin melakukan yang lebih jauh dari itu. Dia sudah menetapkan batasannya, tapi itu mungkin sedikit sulit untuk tetap berada di posisinya.
Aku bergerak ke arahnya dan memeluknya, memastikan bahwa ereksi ku menekan vulvanya lagi. Aku meremas pantatnya dan menarik tubuhnya ke arah ku, menggerak-gerakkan pinggul ku sedikit sehingga penis ku akan menggosok-gosok memeknya.
"Aku mencintai mu, Mom," kata ku saat aku menunduk untuk menciumnya. Sekali lagi, matanya menutup dan bibirnya terbuka lalu kami saling menempel satu sama lain saat kami berciuman.
Dia mengerang dan meremas pantat ku dengan kedua tangannya lalu menarik ku ke arahnya saat dia menggeerakkan pinggulnya untuk meningkatkan gesekan kontol ku. Dari situ aku tahu bahwa dia akan membiarkan ku untuk menelentangkannya ke atas tempat tidur itu lalu mengentotnya, dan aku tahu persis betapa nikmatnya itu.
Tapi aku tidak ingin menjadi yang telah melintasi batasan itu. Aku menarik diri, dan dia pun membuka matanya.
"Rick?" katanya.
"Aku akan mandi sekarang, Mom," kata ku. "I love you."
"Oh, I love you too, sayang." Dia tersenyum pada ku.
Aku berjalan perlahan ke pintu itu lalu turun ke lorong itu, berharap dia akan memanggil ku agar kembali padanya, tapi ternyata tidak.
Pada hari Sabtu ibu membiarkan ku untuk terus tidur, tapi aku tetap terbangun jam 6 pagi, tubuh ku sudah sangat rindu dengan sentuhan ibuku. Aku bangun dan berputar-putar dikamar sampai jam 9 pagi, kemudian turun ke dapur untuk minum kopi. Ibu sudah berada disana.
"Pagi, sayang," katanya. Kemudian menyeringai pada ku. "Hari ini matahari akan bersinar cerah, dan aku ingin berjemur, apa kau mau ikut bergabung?"
"Umm... sejujurnya, Mom, aku tidak yakin," kata ku.
"Ayolah, sayang, seperti yang aku katakan, itu baik untuk mu. Kau harus mencobanya sesekali."
"Well... okay."
Jadi aku pergi ke kamar ku, membuka baju ku, lalu melingkarkan sebuah handuk ditubuh ku, dan bergabung dengan ibuku. Ibuku sudah mengatur dua buah kursi yang bersebelahan, dan kemudian membuka handuknya, menyingkapkan tubuh telanjangnya yang indah.
Dia menaruh handuknya lalu menelungkup. "Ahhh," katanya. Kemudian dia memandang kepada ku dengan penuh harap. Ah, persetan, pikir ku. Aku melepaskan handuk ku lalu ikut menelungkup.
"Nah betulkan," kata ibu. "Apa matahari terasa nikmat dipantat mu?"
"Yeah, aku memang harus mengakuinya."
Ibu menjangkau ke bawah kursinya lalu mengeluarkan sebuah botol lotion. Dia memencet lotion itu lalu menggosokkannya ke pungung ku, ke kaki ku, dan ke pantat ku. "Kita tidak boleh membiarkan pantat mu yang indah ini jadi terbakar," katanya.
"Menurut mu pantat ku indah?" aku bertanya.
Dia berhenti menggosok lalu menatap mata ku. "Rick, kau memiliki tubuh terindah yang pernah aku lihat, dan aku tidak mengatakannya hanya karena aku ini ibumu. Tubuh mu sangat indah, bocah besar!" Dia menepuk pantat ku untuk menegaskannya, kemudian menyodorkan lotion itu.
"Sekarang giliran ku," katanya, menelungkup.
Kau inigin mengoleskan lotion ini ke tubuh mu?" Aku bertanya. Dengan lugunya.
"Ya, bodoh, aku juga tidak ingin pantat ku yang kecil ini jadi terbakar."
Tangan ku jadi sedikit gemetar saat aku meremas botol lotion itu, kemudian menggosokkan lotion itu ke punggungnya. Dia tertawa genit saat aku menggosok bahunya, kemudian turun ke punggungnya.
Tangan ku berputar-putar di payudaranya yang menekan handuk itu dan sedikit tertekan keluar disampingnya. "Kita juga tidak ingin yang ini terbakar, betul?" kata ku.
"Yep, tentu!" dia menjawab. Aku menghabiskan sebanyak mungkin waktu untuk membelai payudaranya, kemudian bergerak ke bawah. Aku mengoleskan lotion itu lagi ke tangan ku lalu mulai mengerjakan paha dan pantatnya, dan dia tertawa lagi.
Saat aku bergerak semakin ke bawah, dia sedikit merentangkan kakinya dan aku bisa melihat memeknya yang indah itu. Apa aku harus mengoleskan lotion ini kesitu juga? Aku tidak tahnun, jadi aku menghabiskan waktu untuk mengerjakan kaki-kakinya. Dari atas ke bawah, dari satu kaki ke kaki berikutnya.
Saat aku bergerak ke atas secara perlahan disetiap kaki, telapak tangan ku akan menggosok memeknya, dan dia jadi sedikit menggigil, tapi dia tidak mengatakan apapun.
Dengan memberanika diri, aku menambahkan lagi lotion itu ke tangan ku, lalu menaruhnya dengan lembut ke memeknya dan mulai menggosok.
"Uhhn," katanya, tapi tidak mengatakan hal lainnya. Memeknya itu basah, jadi aku tahu bahwa dia sedang horny. Aku menggosok lebih keras, ke atas dan ke bawah bibir-bibir memeknya, dan mengitari clitorisnya.
"Mmmmm," katanya, dan mengangkat pantatnya sedikit lebih tinggi untuk memberikan akses yang lebih kepada ku. Aku berhenti berpura-pura untuk mengoleskan lotion itu, da mulai menggosok clitorisnya.
"Mmmm, Rick," katanya. Saat aku terus menggosok clitorisnya, aku menyeka lotion itu dari tangan ku yang lainnya dan secara perlahan memasukkan satu kemudian dua jari ke dalam lubang nonoknya.
"Oh, Baby," katanya, dan mulai menggesek-gesok memeknya ke tangan ku. "Lebih cepat dan lebih dalam," katanya, dan aku pun mematuhinya.
Pada saat ini kotol ku sudah sekeras marmer dan meneteskan air mani ku ke pantat ibu ku. Sekali lagi, aku tahu secara insting bahwa aku bisa menungganginya disana, dan aku ingin melakukannya dengan cara yang terburuk, tapi aku takut untuk melewati batasan itu.
"Rick! Ohhh... OH! God, aaaaahhh!!" Tubuh ibuku mengejang dan erangannya jadi mirip seperti jeritan saat dia klimax. "Ahhh, AHHH, Oh God, oh, oh, AHHHH!!" Memeknya menyemprotkan cairan lalu jatuh ke tangan ku. Aku tidak tahu kalau wanita bisa melakukan itu!
Aku melambat, tapi masih terus menggosok bibir-bibir memek dan clitorisnya dengan perlahan. Tubuhnya mulai kembali rileks setelah orgasmenya mereda, tapi kemudian menegang lagi dan aku merasakan vaginanya mengencang disekitar jari ku.
Ibuku mengalami orgasme lagi! Kali ini, dia mengejang-ngejang dan benar-benar sedikit menjerit. Tangan ku jadi penuh dengan cairan yang keluar dari vaginanya, dan handuk yang ada dibawahnya itu jadi basah kuyup.
Saat dia sudah mereda, aku memindahkan tangan ku dari memeknya dan menggosok punggungnya dengan lembut. Dia memutar kepalanya untuk memandang ku, dan aku merasa terkejut saat melihat air matanya mengalir ke wajahnya.
"Mom? Apa kau baik-baik saja?"
"Luar biasa!" katanya. "Oh, Rick, itu sungguh... pastinya adalah olesan lotion terbaik yang pernah aku rasakan. Ma'afkan aku tentang.... sebuah keributan dan kejangan itu."
"Aku juga sangat menikmatinya, Mom." Aku menyentuh lagi memeknya, dan dia menggigil. Kemudian aku membawa tangan ku, yang dipenuhi dengan cairan vaginanya, ke hidung ku. Ibu mengawasi saat aku menghirup aromanya, satu persatu, menaruh jari ku ke dalam mulut ku dan menghisap cairan itu.
Dia menggigil lagi saat mengawasi ku, kemudian mendorong ku agar berbaring dikursi itu. "Sayang," katanya sambil tersenyum. "Aku rasa ini saatnya untuk mengolesi bagian depan mu."
Aku segera tertidur setelah ibu selesai menghisap kontol ku. Aku terbangun karena suara seorang wanita yang manahan napas karena terkejut.
Apakah ada seseorang yang bersama ku disana? Aku takut untuk bergerak, jadi aku hanya membuka mata ku sedikit dan melihat melalui kacamata gelap ku.
Jenny Sharier, teman kuliah ku sedang menatap ke arah ku melalui pintu kaca kami, mulutnya sedikit membentuk hurup 'O' karena terkejut.
"Ada apa, Jenny?" Aku mendengar suara ibu ku dari ruang tengah itu. Jenny tidak menjawab; dia terus saja memandangi bagian belakang tubuh ku yang telanjang. Ibu bergabung dengannya di jendela itu lalu tersenyum.
"Oh, ma'afkan aku, Jenny. Aku benar-benar lupa kalau Rick sedang berjemur disana. Apa kau ingin aku membangunkan dia dan menyuruhnya untuk mengenakan sesuatu?"
Pandangan Jenny tidak juga menjauh dari tubuh ku. "Uh... tidak, itu tidak mengapa," katanya.
Ibu melihat ke arahnya, kemudian ke arah ku. "Apa kau yakin, sayang? Kau masih bisa membantu ku untuk bersih-bersih disini dengan sebuah tubuh pria telanjang di halaman belakang?"
"Uh... tentu! Aku cuma merasa sedikit terkejut, tapi itu benar-benar tidak masalah, Nyonya Johnson."
"Baiklah, Jenny. Kenapa kau tidak memulainya dari jendela besar ini sementara aku pergi ke ATM dan mengambil uang untuk membayar mu? Aku akan segera kembali."
"Baiklah, Nyonya J!" Jenny sudah kembali menjadi cool.
Setelah ibu pergi, aku mengamati saat Jenny secara perlahan membersihkan bagian dalam dari jendela besar itu. Dia pasti sudah melakukan pekerjaaannya dengan sembrono, karena matanya tidak pernah menjauh dari pantat ku.
Semua itu telah membuat kontol ku jadi mengeras dan aku pun memutuskan untuk memberikan dia sebuah pertunjukan yang bagus. Saat dia sedang mengawasi, aku berpura-pura untuk sedikit memutar di dalam tidur ku, kemudian berbalik untuk terlentang, dengan mengatur sudut kepala ku agar bisa terus mengawasi Jenny secara diam-diam.
Jenny menahan napas. Ereksi ku berdiri dengan bangga dan gagahnya, menunjuk ke udara di atas perut ku. Dengan sinar matahari yang mengarah langsung diatas kepala ku, dan Jenny yang cuma berjarak 10 kaki jauhnya di jendela besar itu, aku tahu dia sudah mendapatkan sebuah pemandangan yang sangat bagus.
Aku ingin meraih kontol ku dan mulai mengocok, tapi aku rasa cara itu tidak akan berhasil. Sementara aku terus mengawasi, secara perlahan Jenny membuka pintu lalu masuk ke patio itu. Dia berjalan ke sisi kursi ku lalu berlutut disebelah ku.
Wajahnya mungkin hanya berjarak 6 inchi dari kontol ku, yang sedikit mengangguk-angguk mengiringi detak jantung ku. Jenny menjilati bibirnya dengan gugup lalu melihat ke sekeliling. "Rick?" dia berbisik. "Rick, apa kau sudah bangun?" Dia menaruh tangannya di paha ku, begitu dekat dengan kontol dan biji-biji ku. "Rick?"
Aku sedikit bergerak dan mencoba untuk membuat napas ku terdengar seolah-olah aku sedang tertidur. Dengan memberanikan diri, Jenny menggerakkan salah satu tangannya ke kontol ku yang mengejang.
Aku tidak mampu menahan erangan ku, yang membuat Jenny jadi terkejut. Jadi aku bergerak sedikit memutar kemudian diam lagi, mencoba untuk meyakinkan dia bahwa aku masih tertidur.
Setelah tetap diam selama satu menit, Jenny mulai meneliti tubuh ku. Pertama tangannya bermain-main dengan kontol ku, menggerakkan kontol ku naik turun lalu memutar, dan mengitari kulit itu.
Kemudian dia menjadi terpesona dengan kantong biji ku, bermain-main dengan kulit yang kendur itu dan sedikit menggerakkan masing-masing biji kontol ku. Kemudian dia kembali ke batang kontol ku.
Aku merasa penasaran apakah aku adalah pria pertama yang dia lihat sedang telanjang, atau mungkin hanya pria pertama dengan kontol yang mengeras yang pernah dia lihat.
Akhirnya, dia mengelilingi batang kontol ku dengan kedua tangannya dan mulai mengocok ku secara sembarangan. Aku tidak ingin dia berhenti, tapi aku pasti akan merasa curiga jika aku tidak terbangun saat itu.
Aku mengerang, "Itu rasanya nikmat," dan menaruh tangan ku di punggungnya. "Jenny? Apa yang sedang kau lakukan?" Aku melepaskan kacamata ku dan memandangnya.
Dia membeku dan memandang pada ku dengan ketakutan. "Ma'afkan aku, Rick. Aku cuma.... Aku ingin melihat lendir itu keluar."
"Lendir? Maksud mu, sperma ku?"
"Yeah, aku ingin melihat sperma mu, Rick."
Kata-kata yang keluar dari mulutnya itu begitu seksi. "Apa kau belum pernah melihat seorang pria yang sedang memuncratkan spermanya?" Tanya ku.
"Belum." Dia menatap ke lantai. "Aku belum pernah bersama dengan seorang pria seperti ini. Aku benar-benar ingin melihat saat itu terjadi... ingin tahu seperti apa rasanya." Dia menatap mata ku lagi dan tangannya mulai bergerak dikontol ku, dan aku pun mengerang lagi. "Ijinkan aku membuat mu muncrat, okay, Rick?"
"Okay, Jenny," kata ku. Aku tangan ku menjangkau ke bawah dan menunjukkan padanya bagaimana cara memegang kontol yang benar agar bisa memberikan efek yang maksimal, dan ayunan seperti apa yang digunakan saat dia mengocok kontol ku.
Saat dia sudah bisa melakukannya dengan benar, tangan-tangannya mulai mengeluarkan suara slap-slap-slap yang sudah sering aku dengar.
"Apa ini sudah benar, Rick?" dia bertanya.
"Itu sudah sangat bagus, Jenny. Rasanya nikmat sekali. Kau berbakat. Aku akan segera muncrat."
Dia tersenyum atas pujian ku itu, kemudian memandang ke arah kontol ku. "Cairan apa ini?"
Aku melihat ke bawah dan ternyata air mani ku mengalir dari ujung kontol ku lalu jatuh ke perut ku. "Itu disebut air mani, dan kontol seorang pria akan selalu mengeluarkannya saat dia merasa bergairan. Ambilah dan taruh dijari mu, gunakan itu untuk membuat kontol ku jadi licin."
Dia mengambil air mani ku itu lalu melingkarkannya ke batang kontol ku. Rasanya begitu nikmat sehingga aku kembali mengerang. Dia terus mengocok kontol ku dengan satu tangannya, sementara tangannya yang lain bergerak ke hidungnya untuk mencium aroma mani ku, kemudian ke mulutnya.
Lidahnya menjulur dan mencicipi air mani ku. Kupikir aku akan segera muncrat saat itu juga!
"Asin," katanya. "Tapi enak." Dia mulai mengocok lagi kontol ku dengan menggunakan kedua tangannya. Aku mulai merasakan kegelian itu.
"Jenny, kau melakukannya dengan sangat baik. Aku akan segera muncrat."
Dia segera menggerakkan kepalanya ke arah ujung kontol ku, supaya tidak melewatkan pertunjukan itu. Sebagian dari diri ku ingin memperingatkan dia seberapa jauh semprotan sperma ku itu, tapi sebagian lain sangat ingin melihat ini terjadi.
"Aku muncrat. Jenny, aku muncrat! Sekarang! Aaaagh!" Tubuh ku mulai mengejang dan aku mengamati saat semprotan pertama ku mengarah langsung ke wajah Jenny. Dia menahan napasnya karena terkejut lalu memalingkan wajahnya, tapi tidak cukup jauh; semburan kedua mendarat di mulutnya yang terbuka!
Tapi ternyata dia itu tangguh juga; dia tetap terus mengocok kontol ku. Sungguh sebuah pemandangan yang indah untuk seorang remaja yang horny: seorang gadis cantik, kedua tangannya sedang bekerja naik turun di kontol ku yang menyembur, dan segumpal besar sperma ku menetes di dahi dan pipinya.
"Lendir itu ada di dalam mulut ku, Rick!" Tubuh ku masih mengejang saat aku berjuang untuk mengeluarkan kenikmatan yang paling maksimal dari orgasme ku, tapi aku berusaha untuk menjaga mata ku agar tetap menatap wajahnya dan itu menghadiahi ku dengan melihat dia sedang menelan sperma ku!
Akhirnya, klimax ku berakhir, dan aku harus meraih tangan Jenny agar berhenti dan tidak lagi mengocok kontol ku. "Kontol ku jadi terlalu sensitif setelah aku muncrat," kata ku.
"Oh, sorry Rick," kata Jenny. Dia duduk diatas kakinya.
"Umm... ada yang menempel di wajah mu," kata ku.
"Oh." Sambil aku mengamati, Jenny menggunakan salah satu jarinya untuk menyeka sperma ku dari pipi dan dahinya, lalu memasukkan itu ke dalam mulutnya kemudian menghisapnya!
"Bagaimana rasanya sperma ku itu Jenny?"
"Aku menyukainya!" katanya. "Apa kau belum pernah mencobanya?"
"Tidak," kata ku. "Cuma gay yang mau melakukan itu, menurut ku."
"Lalu bagaimana kau akan tahu?" katanya. Kemudian dia menyeka sedikit sperma dari perut ku lalu menahan jarinya di depan mulut ku. "Cobalah," katanya.
Jadi aku pun melakukannya. Aku melingkarkan bibir ku disekitar jarinya, menghisapnya, dan menarik kepala ku ke belakang. Jarinya mengeluarkan sedikit suara plop saat jari itu meninggalkan bibir ku, dan sperma ku sekarang sudah berada di mulut ku.
"Bagaimana rasanya?" dia bertanya.
Aku memutar-mutar sperma itu dimulut ku lalu menelannya. "Asin, agak licin, tapi enak, kurasa."
"Aku menyukainya," katanya lagi, lalu menunduk dan mulai menjilati sisa sperma yang menempel di perut, biji dan batang kontol ku. Saat dia sudah selesai, kontol ku jadi mengeras lagi.
"Kau ingin melakukannya lagi?" dia bertanya.
Aku memandangnya, dan melalui bahunya aku melihat ibu sedang mengawasi dari jendela itu. Sial, berapa lama dia sudah berada disana?
"Umm... tidak sekarang," kata ku. "Kau sebaiknya mulai bersih-bersih sebelum ibuku pulang." Mendengar kalimat itu, ibuku segera berlari ke ruang tengah dan keluar dari pintu depan.
"Okay, Rick, tapi aku ingin melakukan ini lagi dengan mu!" Jenny kembali masuk ke dalam, tepat saat ibu ku 'pulang.'
"Aku pulang!" kata ibu. "Bagaimana bersih-bersihnya?"
"Baik, Nyonya J!"
"Oh, aku lihat Rick sudah membalikkan tubuhnya. Apa kau masih tidak apa-apa dengan ketelanjangannya itu?"
"Tentu, tidak masalah," kata Jenny.
Ibu tersenyum padanya, kemudian menunjuk ke arah pipi Jenny. "Ada sesuatu di wajah mu itu, sayang, Sini, ijinkan aku." Ibu menyeka jejak-jejak sperma ku yang terakhir dari pipi Jenny sehingga wajah Jenny berubah jadi memerah karena malu. "Sepertinya ini sejenis kotoran yang menempel," kata ibu sambil tersenyum.
"Yeah, aku rasa begitu," kata Jenny, menatap ke lantai.
Ibu memandang ke arah ku dan, saat aku mengawasi, dia menjilati sperma ku yang menempel di jarinya. Mulutku jadi ternganga, dan kontol ku mengejang keras.
Ibu tersenyum. "Well," katanya, "Aku akan membangunkan putra ku itu. Aku tidak ingin dia menjadi terbakar matahari disana." Ibu keluar dan berpura-pura berusaha membangunkan aku. "Kau ini tidak pernah puas," katanya.
"Itu terjadi begitu saja, Mom," aku berbisik, merasa bersalah.
"Aku mengerti, sungguh. Aku juga pernah muda," kata ibu. "Sekarang bangun dan masuk; kau benar-benar akan terbakar jika kau tetap berada disini lebih lama lagi." Dia menarik ku dari kursi itu lalu mendorong ku ke dalam rumah.
"Apa aku harus menutupi tubuh ku?" kata ku, menunjuk ke arah handuk itu.
"Kenapa?" kata ibu. "Jenny sudah melihat semuanya, bukan?" Jenny memandang ke arah kami saat namanya disebut, lalu menatap ku yang sedang berdiri telanjang.
"Itu benar, aku rasa juga begitu," kata ku, kemudian berjalam masuk ke dalam rumah melewati Jenny, kontol keras ku mengangguk-angguk di depan ku. Saat aku berjalan di lorong itu, aku mendengar ibuku berkata, "Jadi, Jenny, apa kau mau membantu ku membersihkan rumah setiap akhir pekan?"
"Tentu, Nyonya J!"
Itu terdengar bagus untuk ku, juga.
Sore harinya, aku berbaring diatas ranjang sambil membaca saat ibu masuk ke kamar ku, dia duduk diranjang itu dan mulai membuka celana ku. "Mom?" kata ku.
Dia tersenyum pada ku sambil menarik celana ku ke bawah, mengekspose kontol ku. "Sayang, setelah apa yang ibu lihat pagi ini, aku menyadari bahwa kau memerlukan 'perawatan' rutin kita lebih dari satu kali sehari. Dia segera menunduk dan memasukkan seluruh batang kontol ku ke dalam mulutnya.
Kontol ku segera mengeras saat dia mengulum ku, dan dalam waktu singkat aku mengerang dan mengejang diatas ranjang itu, menyemburkan sperma ku ke dalam mulutnya yang lembut dan hangat itu.
Dia menatap ku dan membiarkan mulutnya sedikit terbuka, dan aku bisa melihat dia memutar-mutar sperma ku dengan lidahnya. Dia menutup matanya lalu menelan sperma itu, kemudian menjilati bibirnya dan memandang ke arah ku lalu tersenyum.
"Wow, Mom, thanks!" kata ku. "Tapi..."
"Tapi apa, sayang?"
"Itu hebat hanya saja rasanya tidak sama saat kau berpakaian. Aku sangat senang memandangi tubuh mu."
"Oh, baiklah, aku bisa memperbaiki itu dengan cukup cepat." Dia berdiri, melepaskan semua pakaiannya, lalu berbaring disebelah ku. Aku membalikkan tubuh ku ke arahnya, dan dia mendorong pantatnya ke arah ku.
"Rick, aku ingin kau tahu bahwa setiap kali kau membutuhkan ku, aku akan selalu ada untuk mu. Hand job, blow job.... apapun. Sesering yang kau butuhkan setiap hari."
Untuk pertama kalinya tangan ku menjangkau disekitar tubuhnya lalu menaruh tangan ku di payudaranya yang indah. Kontol ku pun mulai mengeras lagi.
"Mmmm, enak!" katanya. Dia balas memeluk ku, bahkan lebih erat lagi ke arah ku, menekan kontol ku ke belahan pantatnya. Aku bermain-main dengan kedua payudaranya, memberikan perhatian yang khusus pada puting-putingnya.
Salah satu tangan ku bergerak ke bawah dan mulai menggosok-gosok bibir memeknya. Dia mengerang dan mendorong pantatnya ke arah kontol ku yang keras.
"Mom, apa aku boleh terus menyentuh mu seperti ini?"
Dia menghela napas, kemudian berbalik diatas ranjang itu untuk menghadap ke wajah ku. "Tidak, sayang. Tidak satupun dari apa yang sudah kita lakukan akhir-akhir ini adalah benar."
"Tapi aku cuma ingin...."
"Aku tahu, tapi biarkan aku menjelaskannya. Apa yang kita lakukan ini disebut incest. Apa kau tahu kata itu?"
"Yeah," kata ku.
"Masyarakat kita percaya bahwa incest itu salah, umumnya karena hal-hal buruk bisa terjadi saat anggota keluar yang dekat memiliki anak bersama."
"Aku tahu," kata ku. "Kami mempelajari itu disekolah."
"Selain itu, orang-orang juga taku jika orang tua dan anak-anak mereka melakukan hubungan sex, amak itu akan merusak pikiran anak-anak tersebut."
"Itu tidak akan terjadi pada ku, Mom."
"Aku tahu Rick. Kau itu sangat mirip dengan ku."
Aku menunggu.
"Aku juga tidak selalu menjadi orang yang berpikiran kolot."
"Mom, kau tidak kolot!"
"Dengarkan aku. Pertama kali aku berhubungan sex saat aku seusia Jenny. Aku sangat menyukainya, dan aku tidak pernah merasa puas. Ibu mu ini sedikit mirip dengan seorang nhympo, sayang. Aku harus selalu melakukan hubungan sex." Ibu mengerutkan dahinya. "Setelah ayah mu meninggal, aku harus menyimpan dan menahan nafsu sex ku selama bertahun-tahun. Tapi saat melihat tubuh telanjang mu yang indah dan kontol besar mu itu, gairah seks itu kembali muncul, Rick."
Aku merasa sedikit shock mendengar semua itu. Selain itu, aku tidak pernah mendengar ibu mengatakan, "Kontol" sebelumnya, atau kata-kata kotor apapun yang selain dari sesekali mengatakan, "Oh, shit!" saat sesuatu yang buruk terjadi.
'Gairah seksual ku bangkit sedikit demi sedikit. Awalnya, kau menunjukkan tubuh mu yang indah itu pada ku setiap pagi, dan aku mengatakan pada diri sendiri bahwa itu tidak mengapa dan menyehatkan. Kemudian kau ingin melihat tubuh ku yang telanjang, dan aku pun meyakinkan diri ku bahwa itu juga tidak apa-apa. Lalu saat aku melihat mu sedang masturbasi, aku sangat ingin melakukannya untuk mu dan kau membuat hal itu jadi mudah untuk ku. Sama seperti seorang ibu yang mencintai anaknya dan ingin memberikannya beberapa pelepasan dan kesenangan - tidak ada yang salah dengan itu, betul?"
"Kau memang benar, Mom!"
"Tapi aku selalu senang menghisap kontol mu, jadi aku harus merasakan kontol mu di mulut ku. Adalah mudah untuk merasionalkan bergerak dari mengocok mu ke menghisap sperma mu; hasilnya sama saja, tapi kita berdua sama-sama mendapatkan apa yang kita ingin kan, benarkan?"
"Tentu, Mom." Kata-katanya itu benar-benar membuat ku jadi terangsang.
Dia membalikkan tubuhnya dan menelentang sekarang, menatap langit-langit. "Tapi hari ini saat kau membuat ku orgasme di patio itu, sudah jelas bagiku bahwa apa yang sebenarnya aku inginkan adalah kau mengentot ku. Aku membutuhkan kontol besar mu itu jauh di dalam lubang nonok ku, dan aku membutuhkannya saat ini. Bisakah kau melakukan itu, sayang? Bisakah kau mengentot ibumu tanpa merusak pikiran mu?"
"Oh Mom..." Aku berbalik ke atasnya lalu menciuminya dengan penuh nafsu. "Aku sudah sangat ingin sekali mengentot mu, tapi aku takut bahkan untuk sekedar menyentuh mu."
Dia mencium ku dan memeluk ku. "Jangan takut, Rick. Kau bisa menyentuhku dimanapun, dan melakukan apapun yang kau mau. Tapi saat ini, aku membutuhkan kontol mu di dalam memek ku." Tangannya menjangkau dan meraih kontol ku, lalu memposisikan kepala kontol ku ke belahan memeknya yang basah. "Apa kau sudah pernah bercinta sebelumnya, sayang?"
Tubuh ku jadi menggigil saat aku merasakan dia membasahi kontol ku dengan cairan memeknya. "Sudah, Mom, beberapa kali, tapi... aku takut aku belum begitu ahli dalam hal itu."
Dia tertawa. "Oh, percayalah pada ku, kau akan baik-baik saja. Dan kita berdua akan menjadi semakin ahli dengan berlatih. Dan kita akan sangat sering berlatih, kurasa. Tapi aku harus memperingatkan mu: Aku ini suka berteriak, dan mungkin akan sedikit menggigit serta mencakar mu. Aku menjadi sedikit liar saat aku mengentot. Apa kau siap?"
Sambil mengatakan itu, dia sedikit mendorong ke atas, lalu ujung kontol ku menekan diantara bibir-bibir memeknya yang lembut dan basah. Kami sama-sama mengerang.
"Oh, yeah!" Kata ku. Aku rasa aku mungkin harus meneriakkannya. "Jezz, Mom, memek mu begitu sempit.... lebih sempit dibanding memek Cindy!"
"Itu belum apa-apa," katanya. "Bertahanlah..." Dia meraih pantat ku dengan kedua tangannya lalu menarik ku kearahnya, dan seluruh batang kontol ku pun tenggelam ke dalam lubang nonoknya. Rasanya sungguh luar biasa.
Memeknya begitu sempit sehingga seluruh batang kontol ku terbungkus di dalam sebuah lubang yang hangat dan licin. Dia memulai dengan sebuah erangan kecil yang segera meningkat volume dan nadanya. Aku bisa merasakan otot-otot vaginanya menjepit kontol ku.
Dia mulai mengejang dan kepalanya terlempar kedepan dan kebelakang. Aku merasakan sepertinya ibuku sedang orgasme, padahal aku sama sekali belum mulai bergerak!
"Mom, apa kau baik-baik saja?" Kata ku.
Dia memandang ku. Matanya mulai mengeluarkan air, dan napasnya memburu serta pendek. "Yes," dia terengah-engah, "Aku baik." Dia menarik pantat ku lebih keras lagi. "Sekarang, entot aku! Entot aku dengan keras, sayang."
Aku mulai menggerakkan pinggul ku, meningkatkan irama ayunan ku secara perlahan. "No, goddammit! FUCK ME!!" Dia mungkin mendorong pinggulnya untuk menyambut dorongan pinggul ku, dua kali lebih cepat dari gerakan ku.
Aku mulai mengerti. Aku bergerak lebih cepat, benar-benar menghujam ke dalam memeknya, memompa kontol ku keluar masuk, menggosok-gosokkan tulang panggul ku ke tulang panggulnya saat aku menghujamkan kontol ku sedalam-dalamnya.
Sementara itu aku bisa merasakan vaginanya berkontraksi disekitar kontol ku, dan cairannya menyembut keluar, membasahi kontol ku. Rasa geli itu semakin meningkat dan aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa bertahan, tapi aku terus menghujam kedalamnya. Keringat mulai membasahi dahi ku lalu jatuh ke wajahnya.
"Yes, YES!!" dia berteriak. "GOD, OH GOD RICK!! FUCK ME BABY, FILL UP MY CUNT, MAKE ME YOUR WHORE!! OH GOD, OHGODOHGOD, AAAAAAGH!!!"
Vokalisasinya sekarang menjadi konstant, sebuah gabungan antara eranbganb, teriakanb, dan kata-kata kotor, dan jari-jarinya mengcengkram di punggung ku. Aku hampir tidak percaya bahwa wanita ini adalah ibu ku sendiri, yang tercinta. "SUCK MY TITS, BABY, OH PLEASE, BITE MY NIPPLES!!"
Aku menghisap dan menggigit kedua putingnya sambil terus memompa ke dalam dirinya, dan kemudian merasakan orgasme ku yang mendekat. "Mom, Aku akan segera muncrat." Aku mulai menarik kontol ku keluar, tapi dia malah meraih pantat ku dan menarik kontol ku ke dalam memeknya.
"TIDAK!!! Jangan berani-berani mengeluarkan kontol mu, BERANINYA KAU! Aku ingin kau muncrat di dalam memek ku Rick, aku membutuhkannya!" Dia melingkarkan kedua kakinya di sekitar ku dan mulai mendorong ke arah ku lebih keras lagi, memeras kontol ku, menyedot keluar sperma ku.
"OK, Mom, ini dia.... sekarang....Unngh. Ahhh! AHHH!! Oh God, Mom! OHHHH!! I'M CUMMING!!" Aku menutup mata ku dan menunggangi gelombang orgasme itu.
Aku tahu bahwa sebenarnya hanya ada sedikit cairan yang keluar di dalam enjakulasi tersebut, tapi rasanya seolah-olah aku sedang memompakan satu liter sperma ke dalam ibuku. Sensasi tersebut sungguh luar biasa, aku hampir pingsan karenanya.
"YES, BABY, YES!!" dia berteriak. "CUM FOR MOMMY!! CUM WITH ME, BABY!! OH, GOD, YES, I CAN FEEL YOU CUMMING INSIDE ME!!!"
Akhirnya, kami berdua sama-sama lemas. Dia berhenti mendorong ke arah ku, dan aku roboh diatas tubuhnya. Napas kami sama-sama berat, dan dengan dada ku yang menekan payudaranya yang berkeringat, aku bisa merasakan jantung kami berdegup kencang.
Secara perlahan ibu kembali mendapatkan ketenangannya, dan matanya difokuskan ke mata ku. "Oh Rick, sayang, ma'afkan aku. Aku tidak bermaksud untuk membiarkan diri ku menjadi liar seperti itu. Apa aku menyakiti mu?"
"TIdak Mom."
"Aku tahu aku selalu berteriak. Apa aku mengatakan sesuatu yang terlalu mengejutkan?"
"Itu... berbeda. Tapi aku menyukainya. Aku senang membuat mu melakukannya, Mom. Umm... apa aku membuat mu orgasme?"
Dia tertawa ngakak. Aku pikir dia menertawakan tentang pemikiran bahwa aku ini cukup ahli untuk membuatnya jadi orgasme. Wajahku jadi memerah, dan aku mulai menjauh darinya, tapi dia meraih ku dan memaksa ku untuk tetap berada jauh di dalamnya.
"Sayang, ma'afkan kau, aku bukan sedang menertawakan mu. Kau ini, luar biasa. Kau seorang pejantan yang hebat. Aku tertawa karena aku mulai orgasme saat kau menghujamkan kontol mu ke dalam memek ku untuk yang kedua kalinya, dan aku tidak berhenti orgasme, sampai kau orgasme juga, dan berhenti bergerak. Begitulah aku saat bercinta, tidak berhenti orgasme sampai aku merasakan spema pasangan ku menyembur di dalam nonok ku. Aneh, huh?"
Aku menciumnya. "Tidak aneh, Mom, Sangat hebat. Menyenangkan sekali jika kau bisa orgasme seperti itu. Aku sangat senang merasakan dan mendengarkannya, serta mengetahui bahwa aku yang telah melakukannya untuk mu."
"Kau tidak keberatan dengan teriakan itu, sayang?"
"Tidak, Mom, itu malah membuat ku jadi semakin terangsang. Dengan memikirkannya saja sudah membuat ku ingin melakukannya lagi."
"Bagus sekali sayang!" Tangannya bergrerak diantara tubuh kami dan melingkari bagian dasar dari kontol ku, lalu dia mulai menggerakkan pinggulnya. "Bagaimana kalau kita melakukannya lagi sekarang?"
"Wow, Mom. Dan kau mengatakan bahwa aku ini tidak pernah merasa puas!"
"Oh, itu mengingatkan aku, sayang. Jenny dan aku sedikit ngobrol hari ini. Dia memahami bahwa dia tidak boleh membiarkan orang tuanya tahu tentang apa yang kalian berdua lakukan pagi ini. Sebagai balasannya, aku membiarkan dia membawa temannya kesini besok untuk sedikit, uh, sesi pelatihan dengan mu, OK?" Dia tersenyum kepada ku, tapi senyumannya itu tergantikan oleh sebuah hembusan napas dan erangan saat kontol ku mulai kembali bergerak-gerak di dalam memeknya.
"OK sekali, Mom," Kata ku saat aku mulai menghujamkan kontol ku ke dalam lubang nonoknya.
Setiap pagi tepat jam 6 dia akan masuk ke kamar ku dengan secangkir kopi lalu membangunkan aku untuk pergi ke sekolah. Dia selalu menaruh kopi itu di atas meja ku kemudian duduk disisi tempat tidur ku. "Hey Big Guy, bangun dan sarapan. Waktunya untuk bangkit dan bersinar!" Waktu yang sama, rutinitas yang sama setiap pagi.
"Hey Mom." Aku berbalik di bawah selimut itu saat dia mengguncang bahu ku, menepuk pantat ku dan mencium leher ku. "Beberapa menit lagi?" Hal yang sama, setiap pagi.
"Tentu," katanya. "Kau bisa ke sekolah dengan datang terlambat. Universitas mana yang akan peduli jika kau tidak masuk ke kelas tepat waktu?"
"Omong kosong." Aku menguap, bangkit dari tempat tidur dengan celana pendek ku, mengambil kopi itu, lalu menuju ke kamar mandi. Hal yang sama, setiap pagi.
Jadi pada suatu malam beberapa minggu yang lalu, Ibu pergi ke sebuah meeting PTA. Begitu dia pergi, aku menelpon Cindy pacar ku dan memintanya untuk datang. Kami sedikit menghisap ganja dan minum beer di halaman belakang, dan kemudian bercinta di kamar ku. Setelah itu pacar ku pergi dan aku tertidur.
Hal berikutnya yang aku tahu: "Hey Big Guy, bangun dan sarapan!"
"Arrgh." Aku masih merasa sedikit mabuk.
"Ayolah, Rick, bangun." Dia menaruh satu tangannya di bahu ku dan satunya lagi di pantat ku, kemudian mulai mengguncang-guncang tubuh ku.
"OK, aku bangun, aku bangun!" Ibu melangkah mundur saat aku membuka selimut itu lalu berdiri. Aku mendengar dia menahan napas, lalu aku memandang kepadanya. Dia menatap selangkangan ku. Aku melihat ke bawah. Sial! Setelah Cindy pergi aku langsung tertidur dalam keadaan telanjang.
Sekarang aku sedang berdiri tepat di depan ibu ku dengan sebuah kontol yang mengejang: ukurannnya 8 inchi dan menunjuk dengan bangga ke arahnya. Saat aku berdiri mematung untuk beberapa lama, kedua matanya tidak pernah lepas dari kontol ku.
"Sial, Mom, ma'afkan aku!" Kata ku sambil kembali naik ke atas ranjang lalu menarik selimut untuk menutupi ku.
"Apa?" Ibu ku tidak bergerak. Dia tampak seperti sedang tidak sadarkan diri.
"Aku lupa kalau aku telanjang."
"Oh. Itu." Kesadarannya akhirnya pulih lalu duduk diatas ranjang itu. Dia menaruh tangannya diperut ku, sangat dekat dengan kontol ku yang masih mengeras. "Sayang, aku sudah pernah melihat semua yang ada pada mu... meskipun aku akui itu memang sudah lama. Kau... um, aku lihat kau sudah berkembang dengan baik. Kau tidak perlu merasa malu."
"Jeez, Mom, Aku merasa malu karena aku berdiri di depan mu dengan sebuah kontol yang mengeras."
"Sayang, itu adalah hal yang normal, terutama pada seorang pemuda seperti mu. Aku ini ibu mu dan aku mencintai mu, jadi apapun yang telah kau lakukan, tidak perlu merasa malu, sayang." Dia sedikit memeluk ku lalu berdiri. "Sekarang bangun dan mandilah." Dia bangkit dari tempat tidur dan menunggu.
Dengan rasa malu, aku membuka kembali selimut itu lalu bangkit dari tempat tidur. Saat aku berdiri, aku melihat kedua mata ibuku bergerak ke arah ereksi ku lagi. Sebelum aku bisa melangkah ke kamar mandi, ibu melangkah ke arah ku, menaruh tangannya disekitar ku, lalu memeluk ku.
Saat aku membalas pelukannya, aku merasakan kontol ku menekan gaun tidurnya hingga menembus ke kaki-kakinya. "Aku menyayangi mu Rick," katanya.
"Aku juga, Mom."
Dia melepaskan pelukannya, lalu aku mengambil kopi yang ada di meja itu kemudian berjalan keluar pintu, merasakan kedua mata ibu ku di pantat ku saat aku pergi.
Seperti biasanya aku mengocok di shower, tapi kali ini saat aku melakukannya aku memikirkan tentang bagaimana mata ibuku yang terpaku pada kontol ku. Saat aku orgasme, kekuatannya hampir membuat ku terjatuh. Hmmm, pikir ku, aku harus mencobanya lagi besok.
Besok paginya saat ibu masuk, aku telanjang lagi. Aku bangun dan mengambil kopi. "Mulai membiasakan diri untuk tidur telanjang sekarang?" katanya.
"Yeah, aku mulai menyukainya," kata ku.
"Aku, juga," katanya. Aku memandang ke arahnya. Dia menatap ke arah kontol ku lagi. Matanya segera bergerak naik ke mata ku, dan wajahnya memerah. "Maksud ku... aku juga suka tidur telanjang."
Aku memandang ke arah gaun tidurnya.
"Tapi tentu, aku mengenakan sesuatu sebelum aku membuat kopi dan membangunkan mu."
"Kenapa, bu? Apa kau merasa malu untuk telanjang di dekat ku? Bukankah kemarin kau mengatakan bahwa tidak perlu merasa malu." Aku menghirup kopi ku.
"Ummm.... tidak syang, tentu saja tidak, tapi... well, aku ini ibumu." Sambil mengatakan itu, matanya tidak bisa lagi menghindar dari selangkangan ku. Aku bukanlah seorang exhibitionist, tapi aku mulai menikmati saat telanjang di sekitar ibuku, karena aku jadi bergairah saat dia memandang kontol ku.
"OK, Mom," kata ku. Aku memeluknya, sekali lagi merasakan ereksi ku menekan ke tubuhnya. Dia membalas pelukan ku dan menepuk pantat ku, lalu membelainya.
Kemudian aku berjalan ke arah shower itu, sekali lagi sambil merasakan kedua matanya di tubuh ku yang telanjang saat aku bergerak.
Esok paginya saat ibu masuk untuk membangunkan ku, dia juga telanjang. Aku bangkit dari tempat tidur lalu berdiri, kami saling memandang. Mulut ku terbuka lebar. Ibu ku tampak sungguh luar biasa. Tinggi, kaki-kaki yang kencil. Pinggang yang ramping. Payudara yang full, kencang. Putingnya keras.
Pikiran pertama yang muncul dibenak ku adalah, "Dia dingin," tapi kemudian aku mendeteksi aroma seksual di udara. Ternyata ibuku merasa terangsang.
Saat kami terus saling menatap, penis ku, yang sudah melembek dan menggantung di kaki ku, sekarang mulai mengeras lagi. Ibu ku mengamati saat kontol ku membesar dan mengeras secara perlahan hingga ke ukuran maksimalnya dan menunjuk ke arahnya.
"Apa ini OK, Rick?" katanya. Dengan malu-malu, seolah-olah dia takut bahwa aku menjadi shock, atau tidak menyukai tubuhnya. "Aku senang telanjang, dan setelah pembicaraan kita kemarin pagi, aku memutuskan bahwa sungguh konyol jika aku menyembunyikan tubuh ku dari anak ku sendiri."
"Tentu, Mom, tentu saja itu OK. Ya Tuhan, kau cantik sekali! Aku tidak tahu itu. Kau bisa menjadi seorang model."
Wajahnya memerah, kemudian melakukan sedikit putaran yang membuat ku bisa melihat pantat kecilnya yang indah. Saat dia membalikkan tubuhnya, aku menyadari untuk pertama kalinya bahwa vulvanya itu benar-benar mulus, sama sekali tidak berbulu.
"Terima kasih sayang. Aku mencoba mempertahankan bentuk tubuh ku."
"Itu berhasil, Mom. Kau terlihat hot! Apa aku boleh bertanya? Bagaimana kau bisa membuat kulit mu semulus itu?" Aku berharap untuk mempertahankan percakapan selama mungkin, khawatir bahwa aku tidak akan pernah lagi punya kesempatan untuk melihat tubuh indahnya yang telanjang.
"Tekadang, saat kau sedang berada disekolah, aku berbaring di halaman belakang dan berjemur." Katanya.
Pikiran ku membayangkan tentang ibu ku yang sexy sedang berbaring telanjang di samping kolam renang itu. "Benarkah?" kata ku. "Bagaimana dengan para tetangga?"
"Mereka tidak bisa melihat apapun dibalik pagar itu, sayang. Kau harus mencobanya sekali-sekali. Itu bagus untuk mu."
"Mungkin aku akan mencobanya, Mom."
Meskipun dia sedang bicara pada ku, tapi matanya menatap kontol ku. Aku melihat ke bawah. Aku juga merasa bergairah karena ereksi ku benar-benar menunjuk pada 45 derajat, bukannya hanya menunjuk lurus di depan ku. Setiap kali jantung ku berdenyut, kontol ku akan sedikit bergerak naik turun.
Kontol ku terasa lebih keras dibanding yang pernah kurasakan sebelumnya. Saat kami saling mengamati, sedikit air mani menetes dari ujung kontol ku kemudian jatuh secara perlahan ke lantai, meninggalkan sebuah jejak halus yang panjang dibelakangnya. Saat aku kembali menatap ibu ku, dia sedang menjilati bibirnya.
"Apa aku boleh bertanya lagi, Mom? Aku tidak melihat sedikitpun bulu.... dibawah sana. Apa kau mencukurnya?"
Dia mengalihkan tatapannya dari kontol ku dan menatap ke arah mata ku. "Oh, tidak, sayang. Seorang teman ku disalon yang mencukurkannya untuk ku, dan aku mencuku untuknya."
"Kenapa kau melakukannya?" kata ku.
"Oh, well, itu membuat ku jadi merasa benar-benar bersih dan sexy. Dan itu membuat... umm, well, sesuatu hal, umm, yang lebih menyenangkan untuk dilakukan." Sambil mengatakan itu, tangannya bergerak ke bawah dan tanpa sadar menggosok selangkangannya.
Kupikir aku akan muncrat seketika itu juga, dan sedikit desahan keluar dai mulut ku. Dia menyadari apa yang dia lakukan, segera menjauhkan tangannya, dan wajahnya kembali memerah. Aroma sex darinya sekarang jadi semakin kuat.
"Aku mengerti, Mom." Aku memandang ke arah biji-biji ku yang berbulu dan kontol ku. "Mungkin aku juga harus mencukurnya. Apa kau atau teman mu bisa melakukannya untuk ku?" Bukannya aku ingin menyingkirkan bulu-bulu itu, melainkan aku merasa terangsang oleh pemikiran tentang ibuku yang menyentuh ku di bawah sana.
"Well... aku akan memikirkannya. Sekarang, sebaiknya kau segera mandi, sayang."
"OK, mom," kata ku. Aku melangkah ke arahnya lalu memeluknya. Aku sedikit lebih tinggi darinya dan saat kami berpelukan ereksi ku menekan vulvanya. Aku merasakan air mani ku menempel di kulitnya. Dia jadi sedikit gemetar, kemudian balas memeluk ku.
Saat tangannya bergerak untuk menepuk pantat ku, aku menggerakkan tangan ku ke bawah dan menepuk pantatnya, juga. Dia kembali gemetar, kemudian mendorong ku secara perlahan agar menjauh. Aku mengambil kopi itu lalu berjalan ke kamar mandi, kontol ku memandu jalan ku.
Selama satu minggu itu, ibu selalu telanjang saat dia masuk dengan kopi ku, dan aku telanjang saat berbalik di tempat tidur itu. Bukannya jadi merasa nyaman dengan situasi tersebut, aku malah menjadi semakin bergairah setiap hari, bangun lebih awal dan mengantisipasi kedatangannya.
Ereksi ku selalu sekeras batu saat aku bangun, dan ibuku selalu melihat (dan tersenyum) juga terangsang. "Pelukan telanjang" kami itu adalah puncak dari hari ku, dan aku sudah cukup berubah menjadi seorang exhibitionist.
Minggu berikutnya aku mengatur siasat lain. Pada Senin aku bangun lebih awal dengan kontol yang sekeras batu, lalu memutuskan untuk mengocok di ranjang bukannya di shower.
Aku mengenakan headphone, tapi tidak menyalakan MP3 playernya. Aku menarik selimut itu ke bawah, tidak menutupi tubuh ku yang telanjang, pura-pura menutup kedua mata ku, dan secara perlahan mulai mengocok batang kontol ku.
Saat ibuku masuk ke pintu itu, aku mendengar dia menahan napas melalui headphone pu. Baginya, kedua mata ku terlihat seperti tertutup dan aku sedang mendengarkan musik sambil mengocok kontol ku secara perlahan.
Kedua matanya terpaku pada kontol ku saat dia berjalan perlahan ke sisi tempat tidur ku dan menaruh kopi dimeja ku. Aku pikir dia akan pergi, tapi dia malah berdiri saja disana, hanya beberapa kaki dari mu saat aku terus mengocok kontol ku.
Sambil menjaga mata ku seolah-olah tertutup, aku menggerakkan tangan ku ke bagian dasar kontol ku, kemudian mulai meremas-remas biji kontol ku.
Aku mendengar dia mengerang sedikit dan mengawasi saat tangan kirinya bergerak ke bawah lalu mulai menggosok memeknya yang mulus, sementara tangan kanannya bergerak ke atas dan mulai memijit puting-putingnya.
Aku mencium aroma seksualnya, lebih kuat dibanding yang pernah tercium sebelumnya. Aku membuat ibuku sendiri jadi terangsang! Aku jadi merasa luar biasa bergairah.
Aku mengocok kontol ku di depan ibuku, dan itu membuatnya jadi horny. Aku berharap dia akan terus menonton sampai aku muncrat, tapi merasa kecewa saat dia tiba-tiba berjalan keluar meninggalkan kamar ku.
Aku mengira mungkin aku telah membuatnya jadi malu, atau sifat tabu dari mengawasi anaknya sendiri sedang terlibat di dalam sebuah aksi seks itu terlalu berlebihan untuknya. Tapi beberapa saat kemudian, dia kembali sambil membawa sebuah botol kecil.
Dia duduk diranjang disebelah ku lalu menaruh tangannya dibahu ku. Aku membuka mata ku, berpura-pura terkejut. "Mom, Oh, jezz, ma'afkan aku!" Aku melepaskan headphone ku, tapi salah satu tangan ku tetap memegang kontol ku.
"Tidak apa-apa, sayang." Dia memandang ke arah kontol ku, lalu menjilati bibirnya. "Apa yang kau lakukan itu natural dan menyehatkan untuk seorang pria seusiamu. Aku membawakan mu sesuatu yang akan membuatnya jadi lebih ... nikmat."
Dia membuka botol kecil itu, dan aku membaca labelnya. "Astroglide?"
"Yeah," katanya, melepaskan tutup botol itu. "Aku menggunakannya saat aku .... ini membuat semuanya jadi licin."
Dia sedikit memencet isi botol itu ke jarinya lalu menggosokkannya ke sekitar ku agar aku bisa melihat, kemudian menggosokkan jari-jarinya yang basah ke tangan ku. "Nah lihatkan? Apa kau mau mencobanya?" Dia menyodorkan botol itu.
"Umm, tentu," Kata ku. "Lanjutkanlah."
Dia menatap ku. "Maksud mu kau ingin aku mengoleskannya pada mu?" katanya.
"Ya, kurasa," kata ku. Aku mengira bahwa dia cuma akan mengoleskannya ke kontol ku, atau ke tangan ku.
Tapi ternyata dia mengoleskannya ke tangannya sendiri, menaruh botol itu, lalu menggosok-gosokkan kedua tangannya. Aku melepaskan kontol ku dan mengamati dengan tidak sabar saat tangannya bergerak ke arah kontol ku yang berdenyut.
Saat kedua tangannya menyentuh ku, aku tidak bisa menahan erangan ku. Aku merasa begitu nikmat!
Pertama, kedua tangannya membelai kontol ku, bergerak keatas dan kebawah dan memutar-mutar disekitar kontol ku, menebarkan pelicin itu keseluruh batang kontol ku.
Kemudian dia menggerakkan salah satu tangannya ke bawah untuk meremas-remas biji kontol ku, menebarkan cairan itu diseluruh kantong biji kontol ku sedangkan tangan satunya lagi terus bekerja pada batang kontol ku.
Aku memandang wajahnya: dia menatap ke arah tangannya yang bergerak naik turun di kontol ku, dan menggerak-gerakkan biji kontol ku secara perlahan. Napasnya terdengar berat, dan puting-putingnya terlihat sangat keras.
Kemudian dia menjauhkan tangannya dari ku lalu berdiri. "Nah sudah," katanya. "Itu seharusnya akan membuatnya jadi lebih nyaman untuk mu."
"Jangan berhenti, Mom! Oh, ku mohon, rasanya nikmat sekali!"
Dia menatap ku tanpa mengatakan apapun, dan aku pikir aku mungkin sudah terlalu berlebihan. Tapi kemudian dia kembali duduk dan meraih kontol ku lagi. Sekali lagi, aku harus mengerang karena tidak tahan saat tangannya mulai bekerja naik turun di kontol ku.
Aku mengerang, "Oh, Mom, yeah," dan dia pun mulai mengocok kontol ku dengan lebih cepat. Astroglide itu membuatnya jadi terasa sangat nikmat, dan lebih sensasional dibanding jika mengocok dalam keadaan kontol yang kering.
Selain itu, juga membuat hal-hal jadi lebih berisik" Tangan ibuku membuat suara slap-slap-slap yang berirama saat dia benar-benar asyik mengocok kontol ku. Sementara itu, aku merasakan kegelian yang familiar. "Mom, aku akan segera muncrat!"
Dia merespon dengan sedikit mengerang, dan mengocok kontol ku lebih cepat lagi. Rasa geli itu mulai merambat dan menjalar ke seluruh tubuh ku.
Aku mengawasi saat semprotan pertama dari sperma ku memancar keluar dari ujung kontol ku, dan semprotan itu mungkin mencapai tiga kaki tingginya, kemudian jatuh ke kaki ku dan tangan-tangan ibuku.
"Ohh! Aaaaah! Aaaaah! God! Aaaaah!" Aku mengejang dan mengerang saat aku terus menyemburkan lendir ku ke tubuh ku sendiri dan ke tangan ibuku. Aku menaruh tangan ku dipunggungnya dan meremasnya erat-erat saat orgasme mengambil alih tubuh ku.
"Yes, Baby" dia mendesah.
Orgasme itu begitu kuat sehingga ku melihat bintang-bintang, dan untuk sesaat aku merasa taku bahwa aku mungkin akan jatuh pingsan. Secara perlahan, penglihatan ku kembali pulih dan kontol ku berhenti memompa lendirnya.
Tangan ibuku berhenti mengocok, dan jempolnya bergerak diatas ujung kontol ku, mengoleskan sperma ku ke sekitar ujung kontol itu. Rasanya sungguh luar biasa. Aku serasa sedang berada disurga.
"Nah selesai," katanya. "Merasa lebih baik?"
Aku mengeluarkan hembusan napas yang panjang. "Mom, itu terasa sangat nikmat. Pelicin itu luar biasa, dan rasanya jauh lebih baik dibanding saat orang lain yang melakukannya."
Dia memandang ku, masih terus menggosok-gosok ujung kontol ku dengan jempolnya. "Apa kau melakukan ini setiap hari, sayang?"
"Yeah, biasanya di dalam shower."
Dia memalingkan wajahnya dan terdiam sejenak. "Aku bisa melakukan ini untuk mu setiap pagi, Rick.... jika kau mau."
"Kau bercanda," kata ku. "Kau benar-benar akan melakukan itu untuk ku? Kenapa?"
Dia kembali menatap ku. "Ya, sayang. Karena kau membutuhkannya, dan karena aku sayang pada mu, dan karena... aku menikmatinya, juga."
"Terkadang aku mengocok kontol ku dua atau tiga kali sehari," kata ku dengan penuh harap.
Dia tertawa lalu berdiri. "Untuk saat ini kita melakukannya hanya dipagi hari saja." Sambil mengatakan itu, dia memperhatikan sperma ku menetes ke tangannya. "Aku akan mengambilkan mu sesuatu untuk membersihkannya," katanya.
Aku mengawasi pantatnya yang telanjang saat dia berjalan keluar, kemudian mengawasi payudaranya yang berayun saat dia kembali sambil membawa sebuah kain lap dan sebuah handuk. Dia duduk lalu membersihkan kontol ku dengan perlahan, biji-bijinya, dan kaki-kaki ku, lalu menyeka sperma ku dari tangan dan lengannya.
"Kontol mu masih keras," katanya.
"Yeah, well, ini sangat menggairahkan bagi ku."
"Aku juga, sayang," katanya. "Sekarang, pergilah ke shower itu."
Aku berdiri dan memeluknya. Kali ini, tangan ku meremas pantatnya, dan menarik tubuhnya ke arah ku. Dia mengerang dan menempelkan vulvanya ke dalam ereksi ku, kemudian aku menaruh tangannya di bahu ku, mencium ku sedikit, lalu mendorong ku. "Pergilah," katanya.
Aku meraih kopi itu lalu berjalan menuju ke kamar mandi.
Selasa, Rabu, dan Kamis juga sama: ibuku yang cantik akan masuk ke dalam kamar ku pada pukul 6 pagi dalam keadaan telanjang bulat, sambil membawa sebuah kain lap dan sebotol Astroglide. Dia menarik selimut itu untuk membuka tubuh telanjang ku, lalu mengoleskan pelicin itu di kontol dan biji-biji ku.
Jika saat itu kontol ku belum mengeras, maka dia akan bermain-main dengan penis ku sampai benar-benar ereksi; kemudian dengan penuh kasih sayang dan cekatan dia mengocok kontol ku sampai aku muncrat berkali-kali. Aku hampir tidak mempercayai keberuntungan ku!
Aku sudah tidak tahan ingin meremas payudaranya, bermain-main dengan memeknya, dan lain-lain, tapi aku takut bahwa jika aku melakukan itu, maka dia akan merasa hock lalu mengakhir semua kesenangan itu.
Pada hari Jum'at pagi dia datang seperti biasa, telanjang, tapi tanpa membawa kain lap dan Astroglide. Sial, Apakah dia memutuskan bahwa mengocok kontol anaknya sendiri itu salah? Kontol ku sudah tidak sabar ingin segera disentuh olehnya.
"Mom?" Kata ku.
Dia tersenyum. "Jangan cemas, sayang. Aku akan membereskan mu. Aku cuma berpikir bahwa kita akan melakukan yang sedikit berbeda hari ini, bagaimana?"
Dia menarik selimut ku lalu berlutut di antara kedua kaki ku, tangannya meraih kontol ku yang sudah siap.
"Apa kau akan mengocok kontol ku dalam keadaan kering?" tanya ku.
"Tidak juga." Dan sambil mengatakan itu, dia menunduk lalu memasukkan ujung kontol ku ke dalam mulutnya.
"Oh, Mom!" aku mengerang. Aku mengawasi saat kepalanya menunduk, menelan habis setengah dari batang kontol ku, kemudian kembali ke atas, lalu turun lagi dan naik lagi beberapa kali.
Dia menjilati seluruh bagian kontol ku, membasahi batang batang kontol ku, kemudian kembali memasukkan kontol ku ke dalam mulutnya lalu menurunkan kepalanya sejauh mungkin sampai seluruh batang kontol ku lenyap ke dalam mulutnya, dan bibirnya menyentuh tulang panggul ku.
Ibu ku sedang menghisap kontol ku. Aku tidak bisa menggambarkan betapa nikmatnya itu. "Mom mulut mu terasa begitu nikmat di kontol ku."
Dia menjawab dengan sebuah erangan. Dia mulai menghisap ku dengan bersungguh-sungguh; sementara kepalanya naik turun dengan cepat, bibirnya menciptakan sebuah vacuum yang kuat sehingga menambah rasa nikmat itu.
Lalu dia melingkarkan tangannya dibagian dasar kontol ku dan menggunakan itu untuk mengikuti bibirnya yang naik turun. Dia mengerjakan semua bagian dari kontol ku disepanjang waktu, dan itu memang efektif. Aku mulai merasakan orgasme ku.
"Mom, hati-hati, aku akan segera muncrat!" Aku mengharapkan dia untuk menjauhkan kepalanya tapi dia malahan mulai mengerang lagi dan menghisap ku dengan lebih cepat dan lebih kuat.
Aku meledak di dalam mulutnya."Aaaaaaah! God, Mom!!" Aku mulai mengejang dan dia menaruh tangannya di perut ku untuk menahan ku ke bawah.
Mulutnya tidak pernah meninggalkan kontol ku, dan aku tahu bahwa dia sedang menelan sperma ku. Tidak ada wanita yang pernah melakukan itu untuk ku, tapi ibuku tercinta sedang melakukannya untuk ku.
Orgasme mu akhirnya mereda, dan aku berhenti mengejang. "Ohhh," Kata ku.
Ibu menjauhkan mulutnya dari kontol ku dan memandang ku, aku bisa melihat sedikit sisa sperma ku menetes dari bibirnya.
Saat kami saling memandang, lidahnya keluar dan menangkap sperma yang menetes itu. Dia memutar-mutar sperma itu di mulut untuk sesaat, menikmatinya, kemudian menelannya. Aku jadi sedikit menggigil, dan dia tersenyum pada ku.
"Kau menyukainya?" Katanya.
"Apa kau bercanda, Mom? Apa kita bisa melakukan itu setiap hari?"
Dia tertawa. "Bisa saja," katanya. Kemudian dia duduk dan menjilati sebagian sperma yang masih terus merembes keluar dari ujung kontol ku, dan menelan itu, juga. Dia menatap tajam pada ku. "Kontol mu masih tetap keras."
Tangan ku menjangkau ke bawah dan menggosok lengan bawahnya secara perlahan, lalu menariknya agar naik ke atas tubuhku, face to face. "Itu karena kau begitu cantik, Mom." kata ku.
Tangan kiri ku bergerak ke bawah untuk membelai pantatnya sedangkan tangan kanan ku bergerak ke belakang kepalanya, lalu menariknya untuk mencium ku. Matanya menutup saat bibir kami bertemu, dan bibirnya terbuka saat lidah ku menemukan lidahnya.
Dia mengerang jauh di dalam tenggorokannya, dan menurunkan memeknya ke kontol ku saat kami berciuman dengan penuh nafsu. Kemudian matanya tiba-tiba terbuka lalu dia bergerak menjauh, seolah-olah dia baru saja tersadar.
"Well, umm... itu menyenangkan kurasa! Aku rasa... Aku rasa kita seharusnya membuat mu bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, heh heh." Dia berdiri. "Aku tadi lupa untuk membuatkan mu kopi; Aku akan melakukannya saat kau mandi."
Aku juga berdiri. "Mom, apa aku melakukan sesuatu yang salah?"
"Tidak, sayang, aku hanya... kita cuma harus tetap berhati-hati. Apa kau mengerti?"
"Tentu, Mom, kurasa," kata ku. Apa yang aku pahami adalah bahwa meskipun dia mau mengulum kontol ku, tapi dia tidak ingin melakukan yang lebih jauh dari itu. Dia sudah menetapkan batasannya, tapi itu mungkin sedikit sulit untuk tetap berada di posisinya.
Aku bergerak ke arahnya dan memeluknya, memastikan bahwa ereksi ku menekan vulvanya lagi. Aku meremas pantatnya dan menarik tubuhnya ke arah ku, menggerak-gerakkan pinggul ku sedikit sehingga penis ku akan menggosok-gosok memeknya.
"Aku mencintai mu, Mom," kata ku saat aku menunduk untuk menciumnya. Sekali lagi, matanya menutup dan bibirnya terbuka lalu kami saling menempel satu sama lain saat kami berciuman.
Dia mengerang dan meremas pantat ku dengan kedua tangannya lalu menarik ku ke arahnya saat dia menggeerakkan pinggulnya untuk meningkatkan gesekan kontol ku. Dari situ aku tahu bahwa dia akan membiarkan ku untuk menelentangkannya ke atas tempat tidur itu lalu mengentotnya, dan aku tahu persis betapa nikmatnya itu.
Tapi aku tidak ingin menjadi yang telah melintasi batasan itu. Aku menarik diri, dan dia pun membuka matanya.
"Rick?" katanya.
"Aku akan mandi sekarang, Mom," kata ku. "I love you."
"Oh, I love you too, sayang." Dia tersenyum pada ku.
Aku berjalan perlahan ke pintu itu lalu turun ke lorong itu, berharap dia akan memanggil ku agar kembali padanya, tapi ternyata tidak.
Pada hari Sabtu ibu membiarkan ku untuk terus tidur, tapi aku tetap terbangun jam 6 pagi, tubuh ku sudah sangat rindu dengan sentuhan ibuku. Aku bangun dan berputar-putar dikamar sampai jam 9 pagi, kemudian turun ke dapur untuk minum kopi. Ibu sudah berada disana.
"Pagi, sayang," katanya. Kemudian menyeringai pada ku. "Hari ini matahari akan bersinar cerah, dan aku ingin berjemur, apa kau mau ikut bergabung?"
"Umm... sejujurnya, Mom, aku tidak yakin," kata ku.
"Ayolah, sayang, seperti yang aku katakan, itu baik untuk mu. Kau harus mencobanya sesekali."
"Well... okay."
Jadi aku pergi ke kamar ku, membuka baju ku, lalu melingkarkan sebuah handuk ditubuh ku, dan bergabung dengan ibuku. Ibuku sudah mengatur dua buah kursi yang bersebelahan, dan kemudian membuka handuknya, menyingkapkan tubuh telanjangnya yang indah.
Dia menaruh handuknya lalu menelungkup. "Ahhh," katanya. Kemudian dia memandang kepada ku dengan penuh harap. Ah, persetan, pikir ku. Aku melepaskan handuk ku lalu ikut menelungkup.
"Nah betulkan," kata ibu. "Apa matahari terasa nikmat dipantat mu?"
"Yeah, aku memang harus mengakuinya."
Ibu menjangkau ke bawah kursinya lalu mengeluarkan sebuah botol lotion. Dia memencet lotion itu lalu menggosokkannya ke pungung ku, ke kaki ku, dan ke pantat ku. "Kita tidak boleh membiarkan pantat mu yang indah ini jadi terbakar," katanya.
"Menurut mu pantat ku indah?" aku bertanya.
Dia berhenti menggosok lalu menatap mata ku. "Rick, kau memiliki tubuh terindah yang pernah aku lihat, dan aku tidak mengatakannya hanya karena aku ini ibumu. Tubuh mu sangat indah, bocah besar!" Dia menepuk pantat ku untuk menegaskannya, kemudian menyodorkan lotion itu.
"Sekarang giliran ku," katanya, menelungkup.
Kau inigin mengoleskan lotion ini ke tubuh mu?" Aku bertanya. Dengan lugunya.
"Ya, bodoh, aku juga tidak ingin pantat ku yang kecil ini jadi terbakar."
Tangan ku jadi sedikit gemetar saat aku meremas botol lotion itu, kemudian menggosokkan lotion itu ke punggungnya. Dia tertawa genit saat aku menggosok bahunya, kemudian turun ke punggungnya.
Tangan ku berputar-putar di payudaranya yang menekan handuk itu dan sedikit tertekan keluar disampingnya. "Kita juga tidak ingin yang ini terbakar, betul?" kata ku.
"Yep, tentu!" dia menjawab. Aku menghabiskan sebanyak mungkin waktu untuk membelai payudaranya, kemudian bergerak ke bawah. Aku mengoleskan lotion itu lagi ke tangan ku lalu mulai mengerjakan paha dan pantatnya, dan dia tertawa lagi.
Saat aku bergerak semakin ke bawah, dia sedikit merentangkan kakinya dan aku bisa melihat memeknya yang indah itu. Apa aku harus mengoleskan lotion ini kesitu juga? Aku tidak tahnun, jadi aku menghabiskan waktu untuk mengerjakan kaki-kakinya. Dari atas ke bawah, dari satu kaki ke kaki berikutnya.
Saat aku bergerak ke atas secara perlahan disetiap kaki, telapak tangan ku akan menggosok memeknya, dan dia jadi sedikit menggigil, tapi dia tidak mengatakan apapun.
Dengan memberanika diri, aku menambahkan lagi lotion itu ke tangan ku, lalu menaruhnya dengan lembut ke memeknya dan mulai menggosok.
"Uhhn," katanya, tapi tidak mengatakan hal lainnya. Memeknya itu basah, jadi aku tahu bahwa dia sedang horny. Aku menggosok lebih keras, ke atas dan ke bawah bibir-bibir memeknya, dan mengitari clitorisnya.
"Mmmmm," katanya, dan mengangkat pantatnya sedikit lebih tinggi untuk memberikan akses yang lebih kepada ku. Aku berhenti berpura-pura untuk mengoleskan lotion itu, da mulai menggosok clitorisnya.
"Mmmm, Rick," katanya. Saat aku terus menggosok clitorisnya, aku menyeka lotion itu dari tangan ku yang lainnya dan secara perlahan memasukkan satu kemudian dua jari ke dalam lubang nonoknya.
"Oh, Baby," katanya, dan mulai menggesek-gesok memeknya ke tangan ku. "Lebih cepat dan lebih dalam," katanya, dan aku pun mematuhinya.
Pada saat ini kotol ku sudah sekeras marmer dan meneteskan air mani ku ke pantat ibu ku. Sekali lagi, aku tahu secara insting bahwa aku bisa menungganginya disana, dan aku ingin melakukannya dengan cara yang terburuk, tapi aku takut untuk melewati batasan itu.
"Rick! Ohhh... OH! God, aaaaahhh!!" Tubuh ibuku mengejang dan erangannya jadi mirip seperti jeritan saat dia klimax. "Ahhh, AHHH, Oh God, oh, oh, AHHHH!!" Memeknya menyemprotkan cairan lalu jatuh ke tangan ku. Aku tidak tahu kalau wanita bisa melakukan itu!
Aku melambat, tapi masih terus menggosok bibir-bibir memek dan clitorisnya dengan perlahan. Tubuhnya mulai kembali rileks setelah orgasmenya mereda, tapi kemudian menegang lagi dan aku merasakan vaginanya mengencang disekitar jari ku.
Ibuku mengalami orgasme lagi! Kali ini, dia mengejang-ngejang dan benar-benar sedikit menjerit. Tangan ku jadi penuh dengan cairan yang keluar dari vaginanya, dan handuk yang ada dibawahnya itu jadi basah kuyup.
Saat dia sudah mereda, aku memindahkan tangan ku dari memeknya dan menggosok punggungnya dengan lembut. Dia memutar kepalanya untuk memandang ku, dan aku merasa terkejut saat melihat air matanya mengalir ke wajahnya.
"Mom? Apa kau baik-baik saja?"
"Luar biasa!" katanya. "Oh, Rick, itu sungguh... pastinya adalah olesan lotion terbaik yang pernah aku rasakan. Ma'afkan aku tentang.... sebuah keributan dan kejangan itu."
"Aku juga sangat menikmatinya, Mom." Aku menyentuh lagi memeknya, dan dia menggigil. Kemudian aku membawa tangan ku, yang dipenuhi dengan cairan vaginanya, ke hidung ku. Ibu mengawasi saat aku menghirup aromanya, satu persatu, menaruh jari ku ke dalam mulut ku dan menghisap cairan itu.
Dia menggigil lagi saat mengawasi ku, kemudian mendorong ku agar berbaring dikursi itu. "Sayang," katanya sambil tersenyum. "Aku rasa ini saatnya untuk mengolesi bagian depan mu."
Aku segera tertidur setelah ibu selesai menghisap kontol ku. Aku terbangun karena suara seorang wanita yang manahan napas karena terkejut.
Apakah ada seseorang yang bersama ku disana? Aku takut untuk bergerak, jadi aku hanya membuka mata ku sedikit dan melihat melalui kacamata gelap ku.
Jenny Sharier, teman kuliah ku sedang menatap ke arah ku melalui pintu kaca kami, mulutnya sedikit membentuk hurup 'O' karena terkejut.
"Ada apa, Jenny?" Aku mendengar suara ibu ku dari ruang tengah itu. Jenny tidak menjawab; dia terus saja memandangi bagian belakang tubuh ku yang telanjang. Ibu bergabung dengannya di jendela itu lalu tersenyum.
"Oh, ma'afkan aku, Jenny. Aku benar-benar lupa kalau Rick sedang berjemur disana. Apa kau ingin aku membangunkan dia dan menyuruhnya untuk mengenakan sesuatu?"
Pandangan Jenny tidak juga menjauh dari tubuh ku. "Uh... tidak, itu tidak mengapa," katanya.
Ibu melihat ke arahnya, kemudian ke arah ku. "Apa kau yakin, sayang? Kau masih bisa membantu ku untuk bersih-bersih disini dengan sebuah tubuh pria telanjang di halaman belakang?"
"Uh... tentu! Aku cuma merasa sedikit terkejut, tapi itu benar-benar tidak masalah, Nyonya Johnson."
"Baiklah, Jenny. Kenapa kau tidak memulainya dari jendela besar ini sementara aku pergi ke ATM dan mengambil uang untuk membayar mu? Aku akan segera kembali."
"Baiklah, Nyonya J!" Jenny sudah kembali menjadi cool.
Setelah ibu pergi, aku mengamati saat Jenny secara perlahan membersihkan bagian dalam dari jendela besar itu. Dia pasti sudah melakukan pekerjaaannya dengan sembrono, karena matanya tidak pernah menjauh dari pantat ku.
Semua itu telah membuat kontol ku jadi mengeras dan aku pun memutuskan untuk memberikan dia sebuah pertunjukan yang bagus. Saat dia sedang mengawasi, aku berpura-pura untuk sedikit memutar di dalam tidur ku, kemudian berbalik untuk terlentang, dengan mengatur sudut kepala ku agar bisa terus mengawasi Jenny secara diam-diam.
Jenny menahan napas. Ereksi ku berdiri dengan bangga dan gagahnya, menunjuk ke udara di atas perut ku. Dengan sinar matahari yang mengarah langsung diatas kepala ku, dan Jenny yang cuma berjarak 10 kaki jauhnya di jendela besar itu, aku tahu dia sudah mendapatkan sebuah pemandangan yang sangat bagus.
Aku ingin meraih kontol ku dan mulai mengocok, tapi aku rasa cara itu tidak akan berhasil. Sementara aku terus mengawasi, secara perlahan Jenny membuka pintu lalu masuk ke patio itu. Dia berjalan ke sisi kursi ku lalu berlutut disebelah ku.
Wajahnya mungkin hanya berjarak 6 inchi dari kontol ku, yang sedikit mengangguk-angguk mengiringi detak jantung ku. Jenny menjilati bibirnya dengan gugup lalu melihat ke sekeliling. "Rick?" dia berbisik. "Rick, apa kau sudah bangun?" Dia menaruh tangannya di paha ku, begitu dekat dengan kontol dan biji-biji ku. "Rick?"
Aku sedikit bergerak dan mencoba untuk membuat napas ku terdengar seolah-olah aku sedang tertidur. Dengan memberanikan diri, Jenny menggerakkan salah satu tangannya ke kontol ku yang mengejang.
Aku tidak mampu menahan erangan ku, yang membuat Jenny jadi terkejut. Jadi aku bergerak sedikit memutar kemudian diam lagi, mencoba untuk meyakinkan dia bahwa aku masih tertidur.
Setelah tetap diam selama satu menit, Jenny mulai meneliti tubuh ku. Pertama tangannya bermain-main dengan kontol ku, menggerakkan kontol ku naik turun lalu memutar, dan mengitari kulit itu.
Kemudian dia menjadi terpesona dengan kantong biji ku, bermain-main dengan kulit yang kendur itu dan sedikit menggerakkan masing-masing biji kontol ku. Kemudian dia kembali ke batang kontol ku.
Aku merasa penasaran apakah aku adalah pria pertama yang dia lihat sedang telanjang, atau mungkin hanya pria pertama dengan kontol yang mengeras yang pernah dia lihat.
Akhirnya, dia mengelilingi batang kontol ku dengan kedua tangannya dan mulai mengocok ku secara sembarangan. Aku tidak ingin dia berhenti, tapi aku pasti akan merasa curiga jika aku tidak terbangun saat itu.
Aku mengerang, "Itu rasanya nikmat," dan menaruh tangan ku di punggungnya. "Jenny? Apa yang sedang kau lakukan?" Aku melepaskan kacamata ku dan memandangnya.
Dia membeku dan memandang pada ku dengan ketakutan. "Ma'afkan aku, Rick. Aku cuma.... Aku ingin melihat lendir itu keluar."
"Lendir? Maksud mu, sperma ku?"
"Yeah, aku ingin melihat sperma mu, Rick."
Kata-kata yang keluar dari mulutnya itu begitu seksi. "Apa kau belum pernah melihat seorang pria yang sedang memuncratkan spermanya?" Tanya ku.
"Belum." Dia menatap ke lantai. "Aku belum pernah bersama dengan seorang pria seperti ini. Aku benar-benar ingin melihat saat itu terjadi... ingin tahu seperti apa rasanya." Dia menatap mata ku lagi dan tangannya mulai bergerak dikontol ku, dan aku pun mengerang lagi. "Ijinkan aku membuat mu muncrat, okay, Rick?"
"Okay, Jenny," kata ku. Aku tangan ku menjangkau ke bawah dan menunjukkan padanya bagaimana cara memegang kontol yang benar agar bisa memberikan efek yang maksimal, dan ayunan seperti apa yang digunakan saat dia mengocok kontol ku.
Saat dia sudah bisa melakukannya dengan benar, tangan-tangannya mulai mengeluarkan suara slap-slap-slap yang sudah sering aku dengar.
"Apa ini sudah benar, Rick?" dia bertanya.
"Itu sudah sangat bagus, Jenny. Rasanya nikmat sekali. Kau berbakat. Aku akan segera muncrat."
Dia tersenyum atas pujian ku itu, kemudian memandang ke arah kontol ku. "Cairan apa ini?"
Aku melihat ke bawah dan ternyata air mani ku mengalir dari ujung kontol ku lalu jatuh ke perut ku. "Itu disebut air mani, dan kontol seorang pria akan selalu mengeluarkannya saat dia merasa bergairan. Ambilah dan taruh dijari mu, gunakan itu untuk membuat kontol ku jadi licin."
Dia mengambil air mani ku itu lalu melingkarkannya ke batang kontol ku. Rasanya begitu nikmat sehingga aku kembali mengerang. Dia terus mengocok kontol ku dengan satu tangannya, sementara tangannya yang lain bergerak ke hidungnya untuk mencium aroma mani ku, kemudian ke mulutnya.
Lidahnya menjulur dan mencicipi air mani ku. Kupikir aku akan segera muncrat saat itu juga!
"Asin," katanya. "Tapi enak." Dia mulai mengocok lagi kontol ku dengan menggunakan kedua tangannya. Aku mulai merasakan kegelian itu.
"Jenny, kau melakukannya dengan sangat baik. Aku akan segera muncrat."
Dia segera menggerakkan kepalanya ke arah ujung kontol ku, supaya tidak melewatkan pertunjukan itu. Sebagian dari diri ku ingin memperingatkan dia seberapa jauh semprotan sperma ku itu, tapi sebagian lain sangat ingin melihat ini terjadi.
"Aku muncrat. Jenny, aku muncrat! Sekarang! Aaaagh!" Tubuh ku mulai mengejang dan aku mengamati saat semprotan pertama ku mengarah langsung ke wajah Jenny. Dia menahan napasnya karena terkejut lalu memalingkan wajahnya, tapi tidak cukup jauh; semburan kedua mendarat di mulutnya yang terbuka!
Tapi ternyata dia itu tangguh juga; dia tetap terus mengocok kontol ku. Sungguh sebuah pemandangan yang indah untuk seorang remaja yang horny: seorang gadis cantik, kedua tangannya sedang bekerja naik turun di kontol ku yang menyembur, dan segumpal besar sperma ku menetes di dahi dan pipinya.
"Lendir itu ada di dalam mulut ku, Rick!" Tubuh ku masih mengejang saat aku berjuang untuk mengeluarkan kenikmatan yang paling maksimal dari orgasme ku, tapi aku berusaha untuk menjaga mata ku agar tetap menatap wajahnya dan itu menghadiahi ku dengan melihat dia sedang menelan sperma ku!
Akhirnya, klimax ku berakhir, dan aku harus meraih tangan Jenny agar berhenti dan tidak lagi mengocok kontol ku. "Kontol ku jadi terlalu sensitif setelah aku muncrat," kata ku.
"Oh, sorry Rick," kata Jenny. Dia duduk diatas kakinya.
"Umm... ada yang menempel di wajah mu," kata ku.
"Oh." Sambil aku mengamati, Jenny menggunakan salah satu jarinya untuk menyeka sperma ku dari pipi dan dahinya, lalu memasukkan itu ke dalam mulutnya kemudian menghisapnya!
"Bagaimana rasanya sperma ku itu Jenny?"
"Aku menyukainya!" katanya. "Apa kau belum pernah mencobanya?"
"Tidak," kata ku. "Cuma gay yang mau melakukan itu, menurut ku."
"Lalu bagaimana kau akan tahu?" katanya. Kemudian dia menyeka sedikit sperma dari perut ku lalu menahan jarinya di depan mulut ku. "Cobalah," katanya.
Jadi aku pun melakukannya. Aku melingkarkan bibir ku disekitar jarinya, menghisapnya, dan menarik kepala ku ke belakang. Jarinya mengeluarkan sedikit suara plop saat jari itu meninggalkan bibir ku, dan sperma ku sekarang sudah berada di mulut ku.
"Bagaimana rasanya?" dia bertanya.
Aku memutar-mutar sperma itu dimulut ku lalu menelannya. "Asin, agak licin, tapi enak, kurasa."
"Aku menyukainya," katanya lagi, lalu menunduk dan mulai menjilati sisa sperma yang menempel di perut, biji dan batang kontol ku. Saat dia sudah selesai, kontol ku jadi mengeras lagi.
"Kau ingin melakukannya lagi?" dia bertanya.
Aku memandangnya, dan melalui bahunya aku melihat ibu sedang mengawasi dari jendela itu. Sial, berapa lama dia sudah berada disana?
"Umm... tidak sekarang," kata ku. "Kau sebaiknya mulai bersih-bersih sebelum ibuku pulang." Mendengar kalimat itu, ibuku segera berlari ke ruang tengah dan keluar dari pintu depan.
"Okay, Rick, tapi aku ingin melakukan ini lagi dengan mu!" Jenny kembali masuk ke dalam, tepat saat ibu ku 'pulang.'
"Aku pulang!" kata ibu. "Bagaimana bersih-bersihnya?"
"Baik, Nyonya J!"
"Oh, aku lihat Rick sudah membalikkan tubuhnya. Apa kau masih tidak apa-apa dengan ketelanjangannya itu?"
"Tentu, tidak masalah," kata Jenny.
Ibu tersenyum padanya, kemudian menunjuk ke arah pipi Jenny. "Ada sesuatu di wajah mu itu, sayang, Sini, ijinkan aku." Ibu menyeka jejak-jejak sperma ku yang terakhir dari pipi Jenny sehingga wajah Jenny berubah jadi memerah karena malu. "Sepertinya ini sejenis kotoran yang menempel," kata ibu sambil tersenyum.
"Yeah, aku rasa begitu," kata Jenny, menatap ke lantai.
Ibu memandang ke arah ku dan, saat aku mengawasi, dia menjilati sperma ku yang menempel di jarinya. Mulutku jadi ternganga, dan kontol ku mengejang keras.
Ibu tersenyum. "Well," katanya, "Aku akan membangunkan putra ku itu. Aku tidak ingin dia menjadi terbakar matahari disana." Ibu keluar dan berpura-pura berusaha membangunkan aku. "Kau ini tidak pernah puas," katanya.
"Itu terjadi begitu saja, Mom," aku berbisik, merasa bersalah.
"Aku mengerti, sungguh. Aku juga pernah muda," kata ibu. "Sekarang bangun dan masuk; kau benar-benar akan terbakar jika kau tetap berada disini lebih lama lagi." Dia menarik ku dari kursi itu lalu mendorong ku ke dalam rumah.
"Apa aku harus menutupi tubuh ku?" kata ku, menunjuk ke arah handuk itu.
"Kenapa?" kata ibu. "Jenny sudah melihat semuanya, bukan?" Jenny memandang ke arah kami saat namanya disebut, lalu menatap ku yang sedang berdiri telanjang.
"Itu benar, aku rasa juga begitu," kata ku, kemudian berjalam masuk ke dalam rumah melewati Jenny, kontol keras ku mengangguk-angguk di depan ku. Saat aku berjalan di lorong itu, aku mendengar ibuku berkata, "Jadi, Jenny, apa kau mau membantu ku membersihkan rumah setiap akhir pekan?"
"Tentu, Nyonya J!"
Itu terdengar bagus untuk ku, juga.
Sore harinya, aku berbaring diatas ranjang sambil membaca saat ibu masuk ke kamar ku, dia duduk diranjang itu dan mulai membuka celana ku. "Mom?" kata ku.
Dia tersenyum pada ku sambil menarik celana ku ke bawah, mengekspose kontol ku. "Sayang, setelah apa yang ibu lihat pagi ini, aku menyadari bahwa kau memerlukan 'perawatan' rutin kita lebih dari satu kali sehari. Dia segera menunduk dan memasukkan seluruh batang kontol ku ke dalam mulutnya.
Kontol ku segera mengeras saat dia mengulum ku, dan dalam waktu singkat aku mengerang dan mengejang diatas ranjang itu, menyemburkan sperma ku ke dalam mulutnya yang lembut dan hangat itu.
Dia menatap ku dan membiarkan mulutnya sedikit terbuka, dan aku bisa melihat dia memutar-mutar sperma ku dengan lidahnya. Dia menutup matanya lalu menelan sperma itu, kemudian menjilati bibirnya dan memandang ke arah ku lalu tersenyum.
"Wow, Mom, thanks!" kata ku. "Tapi..."
"Tapi apa, sayang?"
"Itu hebat hanya saja rasanya tidak sama saat kau berpakaian. Aku sangat senang memandangi tubuh mu."
"Oh, baiklah, aku bisa memperbaiki itu dengan cukup cepat." Dia berdiri, melepaskan semua pakaiannya, lalu berbaring disebelah ku. Aku membalikkan tubuh ku ke arahnya, dan dia mendorong pantatnya ke arah ku.
"Rick, aku ingin kau tahu bahwa setiap kali kau membutuhkan ku, aku akan selalu ada untuk mu. Hand job, blow job.... apapun. Sesering yang kau butuhkan setiap hari."
Untuk pertama kalinya tangan ku menjangkau disekitar tubuhnya lalu menaruh tangan ku di payudaranya yang indah. Kontol ku pun mulai mengeras lagi.
"Mmmm, enak!" katanya. Dia balas memeluk ku, bahkan lebih erat lagi ke arah ku, menekan kontol ku ke belahan pantatnya. Aku bermain-main dengan kedua payudaranya, memberikan perhatian yang khusus pada puting-putingnya.
Salah satu tangan ku bergerak ke bawah dan mulai menggosok-gosok bibir memeknya. Dia mengerang dan mendorong pantatnya ke arah kontol ku yang keras.
"Mom, apa aku boleh terus menyentuh mu seperti ini?"
Dia menghela napas, kemudian berbalik diatas ranjang itu untuk menghadap ke wajah ku. "Tidak, sayang. Tidak satupun dari apa yang sudah kita lakukan akhir-akhir ini adalah benar."
"Tapi aku cuma ingin...."
"Aku tahu, tapi biarkan aku menjelaskannya. Apa yang kita lakukan ini disebut incest. Apa kau tahu kata itu?"
"Yeah," kata ku.
"Masyarakat kita percaya bahwa incest itu salah, umumnya karena hal-hal buruk bisa terjadi saat anggota keluar yang dekat memiliki anak bersama."
"Aku tahu," kata ku. "Kami mempelajari itu disekolah."
"Selain itu, orang-orang juga taku jika orang tua dan anak-anak mereka melakukan hubungan sex, amak itu akan merusak pikiran anak-anak tersebut."
"Itu tidak akan terjadi pada ku, Mom."
"Aku tahu Rick. Kau itu sangat mirip dengan ku."
Aku menunggu.
"Aku juga tidak selalu menjadi orang yang berpikiran kolot."
"Mom, kau tidak kolot!"
"Dengarkan aku. Pertama kali aku berhubungan sex saat aku seusia Jenny. Aku sangat menyukainya, dan aku tidak pernah merasa puas. Ibu mu ini sedikit mirip dengan seorang nhympo, sayang. Aku harus selalu melakukan hubungan sex." Ibu mengerutkan dahinya. "Setelah ayah mu meninggal, aku harus menyimpan dan menahan nafsu sex ku selama bertahun-tahun. Tapi saat melihat tubuh telanjang mu yang indah dan kontol besar mu itu, gairah seks itu kembali muncul, Rick."
Aku merasa sedikit shock mendengar semua itu. Selain itu, aku tidak pernah mendengar ibu mengatakan, "Kontol" sebelumnya, atau kata-kata kotor apapun yang selain dari sesekali mengatakan, "Oh, shit!" saat sesuatu yang buruk terjadi.
'Gairah seksual ku bangkit sedikit demi sedikit. Awalnya, kau menunjukkan tubuh mu yang indah itu pada ku setiap pagi, dan aku mengatakan pada diri sendiri bahwa itu tidak mengapa dan menyehatkan. Kemudian kau ingin melihat tubuh ku yang telanjang, dan aku pun meyakinkan diri ku bahwa itu juga tidak apa-apa. Lalu saat aku melihat mu sedang masturbasi, aku sangat ingin melakukannya untuk mu dan kau membuat hal itu jadi mudah untuk ku. Sama seperti seorang ibu yang mencintai anaknya dan ingin memberikannya beberapa pelepasan dan kesenangan - tidak ada yang salah dengan itu, betul?"
"Kau memang benar, Mom!"
"Tapi aku selalu senang menghisap kontol mu, jadi aku harus merasakan kontol mu di mulut ku. Adalah mudah untuk merasionalkan bergerak dari mengocok mu ke menghisap sperma mu; hasilnya sama saja, tapi kita berdua sama-sama mendapatkan apa yang kita ingin kan, benarkan?"
"Tentu, Mom." Kata-katanya itu benar-benar membuat ku jadi terangsang.
Dia membalikkan tubuhnya dan menelentang sekarang, menatap langit-langit. "Tapi hari ini saat kau membuat ku orgasme di patio itu, sudah jelas bagiku bahwa apa yang sebenarnya aku inginkan adalah kau mengentot ku. Aku membutuhkan kontol besar mu itu jauh di dalam lubang nonok ku, dan aku membutuhkannya saat ini. Bisakah kau melakukan itu, sayang? Bisakah kau mengentot ibumu tanpa merusak pikiran mu?"
"Oh Mom..." Aku berbalik ke atasnya lalu menciuminya dengan penuh nafsu. "Aku sudah sangat ingin sekali mengentot mu, tapi aku takut bahkan untuk sekedar menyentuh mu."
Dia mencium ku dan memeluk ku. "Jangan takut, Rick. Kau bisa menyentuhku dimanapun, dan melakukan apapun yang kau mau. Tapi saat ini, aku membutuhkan kontol mu di dalam memek ku." Tangannya menjangkau dan meraih kontol ku, lalu memposisikan kepala kontol ku ke belahan memeknya yang basah. "Apa kau sudah pernah bercinta sebelumnya, sayang?"
Tubuh ku jadi menggigil saat aku merasakan dia membasahi kontol ku dengan cairan memeknya. "Sudah, Mom, beberapa kali, tapi... aku takut aku belum begitu ahli dalam hal itu."
Dia tertawa. "Oh, percayalah pada ku, kau akan baik-baik saja. Dan kita berdua akan menjadi semakin ahli dengan berlatih. Dan kita akan sangat sering berlatih, kurasa. Tapi aku harus memperingatkan mu: Aku ini suka berteriak, dan mungkin akan sedikit menggigit serta mencakar mu. Aku menjadi sedikit liar saat aku mengentot. Apa kau siap?"
Sambil mengatakan itu, dia sedikit mendorong ke atas, lalu ujung kontol ku menekan diantara bibir-bibir memeknya yang lembut dan basah. Kami sama-sama mengerang.
"Oh, yeah!" Kata ku. Aku rasa aku mungkin harus meneriakkannya. "Jezz, Mom, memek mu begitu sempit.... lebih sempit dibanding memek Cindy!"
"Itu belum apa-apa," katanya. "Bertahanlah..." Dia meraih pantat ku dengan kedua tangannya lalu menarik ku kearahnya, dan seluruh batang kontol ku pun tenggelam ke dalam lubang nonoknya. Rasanya sungguh luar biasa.
Memeknya begitu sempit sehingga seluruh batang kontol ku terbungkus di dalam sebuah lubang yang hangat dan licin. Dia memulai dengan sebuah erangan kecil yang segera meningkat volume dan nadanya. Aku bisa merasakan otot-otot vaginanya menjepit kontol ku.
Dia mulai mengejang dan kepalanya terlempar kedepan dan kebelakang. Aku merasakan sepertinya ibuku sedang orgasme, padahal aku sama sekali belum mulai bergerak!
"Mom, apa kau baik-baik saja?" Kata ku.
Dia memandang ku. Matanya mulai mengeluarkan air, dan napasnya memburu serta pendek. "Yes," dia terengah-engah, "Aku baik." Dia menarik pantat ku lebih keras lagi. "Sekarang, entot aku! Entot aku dengan keras, sayang."
Aku mulai menggerakkan pinggul ku, meningkatkan irama ayunan ku secara perlahan. "No, goddammit! FUCK ME!!" Dia mungkin mendorong pinggulnya untuk menyambut dorongan pinggul ku, dua kali lebih cepat dari gerakan ku.
Aku mulai mengerti. Aku bergerak lebih cepat, benar-benar menghujam ke dalam memeknya, memompa kontol ku keluar masuk, menggosok-gosokkan tulang panggul ku ke tulang panggulnya saat aku menghujamkan kontol ku sedalam-dalamnya.
Sementara itu aku bisa merasakan vaginanya berkontraksi disekitar kontol ku, dan cairannya menyembut keluar, membasahi kontol ku. Rasa geli itu semakin meningkat dan aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa bertahan, tapi aku terus menghujam kedalamnya. Keringat mulai membasahi dahi ku lalu jatuh ke wajahnya.
"Yes, YES!!" dia berteriak. "GOD, OH GOD RICK!! FUCK ME BABY, FILL UP MY CUNT, MAKE ME YOUR WHORE!! OH GOD, OHGODOHGOD, AAAAAAGH!!!"
Vokalisasinya sekarang menjadi konstant, sebuah gabungan antara eranbganb, teriakanb, dan kata-kata kotor, dan jari-jarinya mengcengkram di punggung ku. Aku hampir tidak percaya bahwa wanita ini adalah ibu ku sendiri, yang tercinta. "SUCK MY TITS, BABY, OH PLEASE, BITE MY NIPPLES!!"
Aku menghisap dan menggigit kedua putingnya sambil terus memompa ke dalam dirinya, dan kemudian merasakan orgasme ku yang mendekat. "Mom, Aku akan segera muncrat." Aku mulai menarik kontol ku keluar, tapi dia malah meraih pantat ku dan menarik kontol ku ke dalam memeknya.
"TIDAK!!! Jangan berani-berani mengeluarkan kontol mu, BERANINYA KAU! Aku ingin kau muncrat di dalam memek ku Rick, aku membutuhkannya!" Dia melingkarkan kedua kakinya di sekitar ku dan mulai mendorong ke arah ku lebih keras lagi, memeras kontol ku, menyedot keluar sperma ku.
"OK, Mom, ini dia.... sekarang....Unngh. Ahhh! AHHH!! Oh God, Mom! OHHHH!! I'M CUMMING!!" Aku menutup mata ku dan menunggangi gelombang orgasme itu.
Aku tahu bahwa sebenarnya hanya ada sedikit cairan yang keluar di dalam enjakulasi tersebut, tapi rasanya seolah-olah aku sedang memompakan satu liter sperma ke dalam ibuku. Sensasi tersebut sungguh luar biasa, aku hampir pingsan karenanya.
"YES, BABY, YES!!" dia berteriak. "CUM FOR MOMMY!! CUM WITH ME, BABY!! OH, GOD, YES, I CAN FEEL YOU CUMMING INSIDE ME!!!"
Akhirnya, kami berdua sama-sama lemas. Dia berhenti mendorong ke arah ku, dan aku roboh diatas tubuhnya. Napas kami sama-sama berat, dan dengan dada ku yang menekan payudaranya yang berkeringat, aku bisa merasakan jantung kami berdegup kencang.
Secara perlahan ibu kembali mendapatkan ketenangannya, dan matanya difokuskan ke mata ku. "Oh Rick, sayang, ma'afkan aku. Aku tidak bermaksud untuk membiarkan diri ku menjadi liar seperti itu. Apa aku menyakiti mu?"
"TIdak Mom."
"Aku tahu aku selalu berteriak. Apa aku mengatakan sesuatu yang terlalu mengejutkan?"
"Itu... berbeda. Tapi aku menyukainya. Aku senang membuat mu melakukannya, Mom. Umm... apa aku membuat mu orgasme?"
Dia tertawa ngakak. Aku pikir dia menertawakan tentang pemikiran bahwa aku ini cukup ahli untuk membuatnya jadi orgasme. Wajahku jadi memerah, dan aku mulai menjauh darinya, tapi dia meraih ku dan memaksa ku untuk tetap berada jauh di dalamnya.
"Sayang, ma'afkan kau, aku bukan sedang menertawakan mu. Kau ini, luar biasa. Kau seorang pejantan yang hebat. Aku tertawa karena aku mulai orgasme saat kau menghujamkan kontol mu ke dalam memek ku untuk yang kedua kalinya, dan aku tidak berhenti orgasme, sampai kau orgasme juga, dan berhenti bergerak. Begitulah aku saat bercinta, tidak berhenti orgasme sampai aku merasakan spema pasangan ku menyembur di dalam nonok ku. Aneh, huh?"
Aku menciumnya. "Tidak aneh, Mom, Sangat hebat. Menyenangkan sekali jika kau bisa orgasme seperti itu. Aku sangat senang merasakan dan mendengarkannya, serta mengetahui bahwa aku yang telah melakukannya untuk mu."
"Kau tidak keberatan dengan teriakan itu, sayang?"
"Tidak, Mom, itu malah membuat ku jadi semakin terangsang. Dengan memikirkannya saja sudah membuat ku ingin melakukannya lagi."
"Bagus sekali sayang!" Tangannya bergrerak diantara tubuh kami dan melingkari bagian dasar dari kontol ku, lalu dia mulai menggerakkan pinggulnya. "Bagaimana kalau kita melakukannya lagi sekarang?"
"Wow, Mom. Dan kau mengatakan bahwa aku ini tidak pernah merasa puas!"
"Oh, itu mengingatkan aku, sayang. Jenny dan aku sedikit ngobrol hari ini. Dia memahami bahwa dia tidak boleh membiarkan orang tuanya tahu tentang apa yang kalian berdua lakukan pagi ini. Sebagai balasannya, aku membiarkan dia membawa temannya kesini besok untuk sedikit, uh, sesi pelatihan dengan mu, OK?" Dia tersenyum kepada ku, tapi senyumannya itu tergantikan oleh sebuah hembusan napas dan erangan saat kontol ku mulai kembali bergerak-gerak di dalam memeknya.
"OK sekali, Mom," Kata ku saat aku mulai menghujamkan kontol ku ke dalam lubang nonoknya.
Komentar
Posting Komentar