Aku dilahirkan
dalam keluarga pengusaha. Papa dan Mamaku adalah seorang pengusaha. Mereka
membangun bisnis bersama dari bawah. Usaha keluarga kami cukup menghasilkan.
Kami mampu membeli rumah di daerah Kelapa Gading dan beberapa rumah peristirahatan
di luar kota Jakarta. Keluarga kami terdiri dari Papaku, Budiawan berusia 40
tahun, Mamaku, Sinta berusia 36m tahun dan aku, sekarang umurku 18 tahun.
Namaku Kenny, tapi sering dipanggil Koko.
Kami keturunan
Tionghoa. Papaku tampak seperti pengusaha biasa, dengan rambut mulai membotak
dan perut buncit. Mama, di lain pihak, adalah seorang wanita yg senang merawat
diri. Tubuh Mama tidak pernah gendut. Ia tampak langsing dan memiliki postur yang
tegap bagai peragawati. Walaupun dadanya tidak terlalu
membusung, namun tetap saja terlihat indah dan mancung di balik pakaiannya. Kulit Mama yang putih mulus dengan rambut dan wajah yang runcing dan cantik, seringkali membuat teman-temanku membicarakan Mamaku sebagai obyek seks. Hal yg sering membuatku bertengkar dengan teman-temanku.
membusung, namun tetap saja terlihat indah dan mancung di balik pakaiannya. Kulit Mama yang putih mulus dengan rambut dan wajah yang runcing dan cantik, seringkali membuat teman-temanku membicarakan Mamaku sebagai obyek seks. Hal yg sering membuatku bertengkar dengan teman-temanku.
Tetapi jujur
saja, aku sangat mengagumi kecantikan Mamaku. Pernah jg aku onani membayangkan
tubuh Mamaku namun setelah itu aku merasa bersalah. kami punya kolam renang dan
biasa berenang. Biasanya Mama memakai baju renang one piece. Dan karena biasa
aku jadi tidak terlalu memikirkannya, namun suatu kali Mama memakai bikini
kuning dan aku dapat melihat tubuh Mama yang hampir telanjang.
Buah dada Mama
memang tidak besar, namun gundukkan buah dadanya cukup jelas terlihat dan
bentuknya tegak bukan kendor, dengan puting menyembul di kain penutup dadanya.
Perut Mama begitu rata dengan pinggang ramping, namun pantat sedikit besar.
Tinggi badannya 160 cm, lebih pendek dariku yang bertinggi 170 cm. Kulitnya
begitu putih mulus bagai pualam. Tiba-tiba saja aku ngaceng dan akhirnya aku ke
kamar mandi untuk onani.
Dimulai tahun
lalu. Saat itu aku berusia 17 tahun. Aku saat itu kelas 3 SMA. Berhubung aku
sudah dewasa dan memiliki KTP, aku dihadiahkan mobil sedan yang sering kupakai
untuk sekolah maupun jalan-jalan.
Pada saat itu,
usaha Papa dan Mama mengalami penurunan, penurunan ini mulai semenjak 3 tahun
belakangan. Kami tertipu ratusan juta rupiah. Selain itu, banyak juga rekan
bisnis yg memilih untuk berbisnis dengan saingan kami. Juga ada investasi yang
tidak menguntungkan, maka makin lama, keuangan kami mulai menipis. Bahkan dua
rumah peristirahatan kamipun dijual untuk menutupi hutang-hutang.
Segala cara telah
dicoba, mulai dengan menawarkan discount ke rekan bisnis ataupun customer,
berhutang ke bank untuk ditanam sebagai modal dan bahkan pergi ke orang pintar
untuk meminta bantuan. Namun semuanya tidak berhasil mengangkat perekonomian
keluarga kami.
Pada suatu hari,
teman dekat Mamaku datang berkunjung. Mereka asyik berbincang ngalor ngidul.
Akhirnya sampai pada topik keuangan. Teman Mamaku itu juga memiliki bisnis
keluarga yang dibangun bersama suaminya. Mama bertanya kepada temannya mengenai
kiat mereka sehingga dalam jaman susah begini usahanya makin maju.
Sungguh
terperanjat Mama ketika tahu, bahwa temannya itu pergi ke dukun di luar kota.
Mulanya Mama tidak percaya, namun temannya tetap bersikukuh bahwa semua karena
dukun itu. Akhirnya setelah bicara panjang lebar, Mama menjadi yakin dan ingin
mencoba dukun itu. Anehnya, teman Mama berkata,
“Tetapi, Ci. Ada
syaratnya.”
“Syarat?
Syaratnya apa ya?”
“Cici harus
berangkat berdua ke dukun itu. Harus membawa teman pria, tetapi tidak boleh
membawa suami.”
“Loh, emang
kenapa?”
“Itu memang syaratnya.
Pokoknya cici percaya saja. Saya sudah membuktikan sendiri. Dan segala
perkataan dukun itu terbukti semua.”
“Terus harus sama
siapa?”
“Pokoknya harus
pria dewasa yang bukan suami sendiri. Cici kan punya sopir? Saya sarankan bawa
sopir aja. Kan sekalian ada yang ngatar juga. Nah, begitu sampai, Cici dan
supir Cici harus menghadap dukun itu.”
Tak lama kemudian
teman Mama pulang setelah memberitahukan alamat dukun itu dengan peta buram
untuk mencapai ke sana. Malamnya, Mama dan Papa berembuk. Papa yang juga sudah
tak berdaya menghadapi keadaan akhirnya setuju.
“Tapi, Ma,” kata
Papa,” Papa ga’ mau Mama dianter sopir ke tempat dukun itu di luar kota. Papa
ga’ merasa nyaman.”
“Loh, Pak Har itu
kan sudah lama jadi supir kita? Hampir 10 tahun.”
“Papa tetap ga’
setuju.”
“Tapi syaratnya
kan harus ada lelaki yang ngantar Mama.”
“Begini saja,
deh. Si Koko itu kan sudah besar, lagian dia juga sudah bisa bawa mobil.
Mending kalian berdua saja yang pergi. Papa merasa kalau Koko yang nganter,
maka lebih aman dan nyaman. Baik bagi Mama maupun bagi Papa.”
Akhirnya mereka
menyetujui hal ini. Aku jadi sopirnya Mama. Pada mulanya aku menolak, berhubung
akhir minggu aku ada kencan dengan pacarku. Tapi Papa malah marah dan
mengatakan aku anak durhaka yang tak mau menolong keluarga. Akhirnya aku
terpaksa menurut juga dengan hati penuh rasa sebal dan marah.
Malam Sabtu kami
berangkat sore. Perjalanan ke tempat dukun itu memakan waktu sekitar 5 jam.
Sekitar pukul 10 kami sampai di tempat itu. Tampak banyak pengunjung. Ada
sekitar 20an pasangan menunggu. Setelah kamipun ada sekitar 5 atau 6 pasangan
yg datang.
Dari kesemua
pasien dukun itu, tampak sepertinya adalah majikan dan sopir. Namun ada juga yang
bagaikan suami isteri yang sepantaran. Mungkin juga supir tapi ganteng,
entahlah. Mama dan aku berpandangan. Jangan-jangan harus dengan sopir. Wah bisa
berabe nih. Namun karena nasih sudah menjadi bubur, maka kami tetap menunggu
giliran kami dipanggil dukun itu.
Akhirnya kami
dipanggil masuk kamar dukun itu. Dukun itu tampak sedikit terkejut. Kami
bersila di depannya drngan tempat kemenyan yanang berasap di antara kami dan
dukun itu. Setelah jeda yg agak lama ia berkata,
“Maaf, Mama. Mama
membawa siapa?”
“Ini anak saya,
Ki.”
Dukun itu
mengangguk-angguk dan terdiam berfikir selama beberapa saat. Akhirnya ia
berkata,
“Biasanya yang
datang adalah pasien dengan sopirnya atau temannya. Tapi Mama bawa anak
sendiri. Bagus, bagus.”
“Apanya yang
bagus, Ki?” tanyaku penasaran. Tapi dukun itu tidak menjawab malah menerawang
jauh seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat. Akhirnya ia berkata lagi,
“Ada keinginan
apa, sehingga Mama datang ke sini?”
Mamaku menjawab,
“Begini, Ki. Kami
sekeluarga memiliki usaha yang besar. Tetapi akhir-akhir ini terus merugi. Kami
sudah melakukan segalanya untuk memperbaiki usaha kami, tapi selalu gagal. Nah,
menurut teman saya, Aki ini katanya pintar sekali dan manjur. Maka kami ke sini
minta bantuan Aki agar usaha kami sukses.”
Dukun itu manggut-manggut.
Setelah terdiam beberapa saat ia berkata,
“Bisa. Bisa. Tapi,
syarat untuk mencapai keinginan ini berat sekali. Kalian harus bersumpah kepada
Aki untuk melakukan syaratnya. Bila syarat ini tidak dilakukan, maka hasilnya
adalah harta kalian akan habis sekejap dan kalian akan jadi miskin.”
“Syarat apa itu,
Ki? Kalau tidak berat maka kami pasti akan melakukannya,” kata Mamaku.
“Syarat ini jelas
berat. Namun, Aki tidak boleh membicarakan syarat sebelum kalian bersumpah
dahulu. Ini adalah keharusan dari ilmu yang Aki miliki.”
“Maksudnya, kami
harus bersumpah tanpa tahu syaratnya apa?” Tanya Mama.
“Betul.”
“Gimana, ya Ki?
Kami harus tahu dulu agar kami bisa menentukan bisa atau tidaknya. Contoh, bila
syaratnya membunuh orang, tentu kami tidak akan melakukannya.”
“Tidak perlu
membunuh. Syarat ini tdk akan menyakiti orang lain malahan akan memberikan
kebaikan pada diri sendiri.”
“Aki tidak akan
bilang syaratnya sebelum kami bersumpah?”
Dukun itu
mengangguk-angguk lagi.
Mama menatapku
dan bertanya,
“Gimana?”
“Koko sih setuju
aja bila tidak harus menyakiti orang lain. Kan semua demi keluarga.”
Akhirnya kami
setuju. Dan ritual sumpah itu dilakukan. Kami bersumpah sendiri-sendiri dengan
sang dukun memegang jidat kami dan mengasapi dengan kemenyan. Anehnya, aku
hanya bersumpah akan melakukan satu syarat, sementara Mama harus bersumpah
melakukan dua syarat. Barulah kemudian ia kembali duduk di tempat semula dan
berkata,
“Perlu diingat
bahwa kalian sudah bersumpah. Dan dalam sumpah itu, kalian juga menerima bahwa
apabila menolak melakukan syarat-syarat, maka harta kalian akan hilang dari
muka bumi.”
Kami berdua
mengangguk.
“Sebenarnya
syaratnya adalah kalian harus melakukan ritual dalam sebulan tiga kali, untuk
membuat jin-jin membantu kalian mengumpulkan uang. Bila ritual ini tidak
dijalankan, maka jin-jin itu akan menghabiskan uang kalian, alias akan
merugikan kalian sendiri. Ritual itu harus dilakukan kalian berdua sebagai
pasangan yang datang kemari minta bantuan.”
Sang dukun
berdehem dan kemudian melanjutkan pembicaraan,
“Ritual ini
adalah ritual seks.”
“Apaaaa?”
Kami berdua kaget
setengah mati. Ritual seks? Mama dan anak?”
“Tapi, Ki. Kami
Mama dan anak!” kata Mamaku.
“Justru disitulah
kuncinya. Selama ini, Aki menganjurkan ritual dengan lelaki yang bukan suami.
Demikian tuntutan ilmu itu. Berselingkuh dengan lelaki lain membuat jin-jin itu
akan datang menonton dan bekerja kepada pasangan tidak sah itu. Sedangkan bila
Mama dengan anak melakukan ritual, dapat dipastikan jin-jin yang datang akan
lebih banyak. Karena selain berselingkuh itu adalah sesuatu yang disukai jin-jin
itu, maka berselingkuh dengan anak sendiri adalah hal yang paling disukai
mereka. Dipastikan akan lebih banyak Jin yang datang.”
“Tapi…… tapi………..”
Sang Dukun
memotong,
“Yang perlu
diingat sumpah si lelaki hanya satu syarat, tetapi sumpah si perempuan ada 2
syarat. Yang satu adalah melakukan ritual dengan pasangan yang di bawa ke sini,
yang satu adalah untuk menghentikan hubungan seksual dengan suami sendiri. Ini
adalah kesenangan Jin yang lain, melihat bahwa si suami tidak mendapatkan tubuh
isterinya, sementara isterinya memberikan diri kepada orang lain.”
Mama tambah
membelalakan matanya. Seks dengan anak sudah parah, kini tidak boleh
berhubungan seks dengan suaminya. Rupanya dukun ini adalah dukun ilmu hitam.
Ada rasa penyesalan yang terlihat di wajah Mama. Aku pun kaget jadinya.
Dukun ini berwajah
angker dan berwibawa. Mama tidak berani menolak melainkan hanya mengangguk saja
untuk memperlihatkan persetujuan. Akhirnya Mama membayar mahar sekitar sepuluh
juta rupiah lalu kami pergi dari situ.
Sepanjang jalan
Mama ngomel-ngomel. Untung saja Pak Har, supir kami tidak ikut. Pak Har itu
sudah tua dan tampangnya juga jelek. Mama mana nafsu dengan lelaki itu. Aku
sepanjang jalan terdiam karena ketika mendengar syarat itu aku terkejut seperti
Mama, namun aku tidak semarah Mama, melainkan aku menjadi membayangkan tubuh
Mama saat memakai bikini dan penisku langsung bangun. Sungguh tak percaya aku
mendengarnya. Aku malahan Bahagia. Moga-moga saja Mama mau melakukannya ketika
sampai rumah.
Namun, dalam
perjalanan kami itu, Mama menekankan bahwa kami tidak akan berhubungan seks.
Dukun itu memang gila. Masa harus begituan dengan anak sendiri? Aku menjadi
kecewa dan sedih, namun aku berusaha tidak menunjukkannya.
Kami sampai di
Jakarta keesokan paginya. Aku langsung tidur karena letih dan begitu juga Mama.
Sampai beberapa minggu hal ini tidak pernah kami bicarakan.
Tiga minggu
kemudian, saat itu malam hari. Mama mengetuk pintu kamarku dan masuk ke
kamarku. Mama memakai daster yg panjang ke lutut namun bagian atasnya merupakan
gaun berleher rendah dengan tali daster yang tipis memeluk bahunya. Sayangnya
Mama pakai BH, dapat kulihat tali BHnya yang ada di bawah tali dasternya dan
sedikit cup BH yang menyembul karena leher gaun yang cukup rendah. Aku sedang
nonton TV sambil tiduran dengan hanya memakai celana boxer, karena memang
seperti itu kebiasaanku.
“Ko, kamu inget
dukun yang pernah kita datangi bersama-sama waktu itu?”
“Oh, yg gila
itu?” kataku sambil terus menonton TV untuk menunjukkan aku tidak terlalu
memikirkan hal itu, padahal selama ini aku selalu masturbasi membayangkan Mama
semenjak pulang dari dukun itu.
“Begini, Ko. kamu
inget ga’, apa kata dukun itu bila kita tdk melakukan ritual?”
Aku belagak
mendengus tak percaya, padahal aku ingat sekali semua perkataan dukun itu.
Dukun itu bilang, kalau kami berdua tidak juga berhubungan seks, maka keluarga
kami akan bangkrut. Aku diam-diam berharap sekali bahwa usaha keluarga kami
merugi agar aku bisa tidur dengan Mama.
“Dukun itu benar,
Ko. tiga minggu ini, usaha kita rugi terus. hampir 1 M melayang selama tiga
minggu ini. Dan bila ini terus terjadi, kita terpaksa harus menjual hampir
seluruh harta kita.”
“Apa?” aku
berkata dengan memasang muka sedih, kecewa, kaget dan lain-lain.
Namun hatiku
berbunga-bunga. Pucuk dicinta ulam tiba, kata pepata. Dalam hati aku begitu
bahagianya hingga aku susah payah menahan senyum di wajahku. Rasanya ingin
berteriak. Apakah ini berarti Mamaku mengajakku ML?
Mama mendehem
sekali. Tampak ia gugup.
“Nah, Mama dan
Papa tak pernah menyimpan rahasia. Dulu sewaktu pulang, Papamu telah Mama
beritahu tentang dukun ini. Maka, sekarangpun Papamu tahu bahwa kita merugi
karena ulah sumpah kita sendiri.”
“Terus?” dalam
hati aku berteriak kegirangan. Tampaknya, harapanku akan segera terwujud.
“Mama dan Papa
sepakat untuk mengikuti ritual ini selama sebulan ini. Terus kita lihat apakah
ada perubahan? Bila tak ada, maka kami berdua mohon agar kamu melupakan semua
ini dan memaafkan kami berdua.”
“Bila ada
perubahan dan usaha kita untung?”
Mama hanya
menggeleng,
“Kita lihat saja
nanti.”
Kemudian Mama
menghampiriku. Aku deg-degan sekali. Mama menarik boxerku sehingga lepas. Kaget
juga ia ketika melihat penisku yang besar sudah tegak berdiri akibat
pembicaraan ini. Terlihat di raut mukanya bahwa ia kaget.
“Mama agak
bingung bagaimana seharusnya kita melakukannya. Tapi Mama berpendapat, kita
tidak boleh melakukan hubungan seksual dengan percintaan, karena kita Mama dan
anak.”
“Maksud Mama?”
“Kita tidak perlu
ciuman, buka seluruh pakaian dan lain-lain seperti sepasang kekasih. Mama tetap
akan pakai daster. Kamu tidak boleh memegang Mama. Biar Mama di atas saja. Kamu
diam saja di bawah.”
Maka aku
berbaring diam. Mamaku menekan penisku sampai menempel di perutku dengan tangan
kirinya, lalu ia menduduki penisku. Ternyata di balik daster Mama, tidak ada
celana dalam sehingga batang penisku merasakan bibir Meki Mama menekan di
batang penisku.
“Kemaluan
perempuan harus basah dulu. Jadi, mama akan gesek-gesek sebentar sampai
kemaluan Mama basah, lalu kita akan melanjutkan ke ritual.”
Lalu Mama
menopang tubuhnya dengan memegang dadaku, kemudian ia mulai menggesekkan
Mekinya di batang penisku. Aku dapat merasakan bibir Mekinya membuka dan
penisku kini dijepit bibir itu, sementara bagian bawah batang penisku menekan
bagian dalam Meki Mama, tepatnya dinding di mana labium minoranya terletak.
Lama kelamaan
keluar cairan pelumas. Aku dapat merasakan Meki Mama perlahan mulai lembap dan
licin lalu basah karena lendir yang keluar dari Mekinya. Selama proses ini Mama
memejamkan matanya. Akhirnya setelah beberapa menit, selangkangan Mama dan
batang penisku sudah licin karena lendir Mama.
Pengalaman ini
terus kuingat sepanjang hidupku. Walaupun Mama tidak membuka pakaiannya, namun
aku merasakan sensualitas yang sangat tinggi menguasai tubuhku. Saat vagina
Mama sudah basah dan membasahi batang penisku, aku dapat mencium bau badan
Mamaku yang perlahan memasuki hidungku. Selain itu, tubuh Mama hari itu wangi
karena tampaknya baru saja mandi. Jadi, aku dapat mencium wangi sabun dan juga
wangi kemaluan Mamaku tercampur di udara.
Setelah yakin
bahwa Mekinya telah licin dan siap untuk dimasuki penisku, Mama berlutut
sebentar, tangannya memegang penisku dan diacungkan ke atas, lalu ia
memposisikan penisku di depan lubang Mekinya. Setelah posisinya pas, maka ia
duduk perlahan di penisku.
Nikmatnya
merasakan penisku perlahan menembus Meki Mama. Pertama-tama lingkar luar lubang
vagina Mama dilewati oleh kepala penisku dengan susah payah. Untuk beberapa
saat ujung penisku tidak berhasil masuk lubang kecil itu, lalu plop! Tiba-tiba
kepala penisku sudah masuk ke dalam liang senggama Mama. Lubang Meki Mama
sempit sekali, kepala penisku bagai sedang dijepit tabung silinder yang sempit.
Mama mendesah bagai sedang makan cabe. Lalu perlahan menurunkan tubuhnya lagi
sampai tiga perempat penisku menggeleser lebih jauh dalam lubang kencingnya
itu. Namun, tiba-tba saja gerakan Mama berhenti karena penisku menancap di
lingkaran lubang masuk ke rahim milik Mama.
“Punya kamu besar
dan panjang. Belum masuk semua udah ada di ujung rahim Mama,” kata Mama dengan
nafas tersengal. Sementara itu, Meki Mama berdenyut-denyut, dan menjepit
penisku begitu kuatnya. Aku merasa linu di lututku dan aku mengerang nikmat
sekali walaupun penisku berasa sedikit sakit karena sempitnya Meki Mamaku.
Desahan Mama
makin jelas, lalu tiba-tiba Mama menghempaskan tubuhnya ke bawah sehingga kini
penisku ambles ke dalam liang persenggamaan Mamaku. Aku dapat merasakan kepala
penisku melewati lubang masuk rahim Mama dan kini kepala penisku dan sedikit
bagian batang penisku sudah ada di dalam rahim Mama.
Mama melenguh
kecil,
“Uuuuuuuhhhhh……………….
Belum pernah ada yang masuk sejauh ini………… tahan sebentar, ya………”
Mata Mama
terpejam erat. Wajahnya meringis. Nafas Mama memburu. Sementara itu, Aku
menjadi serba salah. Ingin rasanya kupeluk Mama lalu kuentot dengan buas
tubuhnya, namun aku takut dimarahi. Kepalaku pusing menahan birahi ini. Dinding
vagina Mama yang halus dan basah itu begitu kuat menjepit penisku lagi lubang
itu seakan mengenyot batangku karena membuka dan menutup seiring irama nafas
Mama. Beberapa saat kemudian barulah Mama mulai menaik turunkan pantatnya.
Mamaku mulai mengentoti aku dengan perlahan-lahan.
Kedua tanganku
meremas seprai, sementara mataku berusaha melihat selangkangan kami berdua,
namun daster Mama menghalangi. Kupandangi wajah Mama yang cantik itu. Dahi Mama
mengerut seakan menahan sakit dan matanya terpejam rapat. Nafasnya yang mulai
memburu mengeluarkan suara desahan nafas yang ditahan. Semakin lama nafas Mama
semakin cepat dan hembusannya makin terasa di wajahku. Nafas Mama begitu segar
dalam indera penciumanku.
Meki Mama masih
mengocoki burungku. Selangkanganku kini sudah basah oleh lendir vagina Mamaku.
Bau tubuh Mama yang keluar dari dalam kemaluannya menjadi makin kuat, mengalahkan
wangi sabun yang merebak dari tubuhnya. Bau tubuh Mama yang sedang birahi, Bau
yang Belum pernah kucium sebelum malam ini, karena selama ini Mama selalu
memakai parfum mahal, sehingga aku tidak pernah tahu bau tubuh Mama yang
sebenarnya.
Aku merasakan sesuatu
yang belum pernah kurasakan. Penisku yang tadinya perjaka kini sudah mengalami
hubungan seks dengan perempuan. Meki Mamaku menyedot-nyedot penisku,
mengirimkan sensasi sensual yang menjalar dari burungku hingga ke seluruh ujung
tubuhku. Aku seakan berada di suatu tempat fantasi yang indah, bukan lagi di
bumi. Suatu perasaan yang begitu nikmatnya sehingga barulah aku setuju dengan
orang-orang bahwa ngentot itu adalah pekerjaan yang paling enak dilakukan.
Makin lama pantat
Mama makin cepat digoyang. Selangkangan Mama menumbuki selangkanganku dengan
bunyi yang terdengar makin keras. Mulut Mama mulai membuka dan desahan mulutnya
mulai berubah menjadi erangan.
“aaaaaaahhhhhhhhhhhh…………..
mmmmmpppphhhhhhh…………. Aaaaaaaaaaaahhh……..”
Tiba-tiba Mama
merebahkan diri di tubuhku dengan mata masih terpejam. Kedua tangannya memeluk
pundakku dari luar kedua tanganku, sehingga menjepit kedua tanganku di samping
tubuhku dengan telapak tangan mengarah kedepan sehingga ia memegang pundakku
dari belakang. Dapat kurasakan kedua payudara Mama menekan dadaku dari balik
daster dan BHnya. Aku tidak tahu kekenyalan yang kurasakan apakah karena busa
BH ataukah karena tetek itu sendiri. Maklum, inilah pertama kalinya aku ngentot
sehingga masih buta segala sesuatunya.
Bau tubuh Mama yang
begitu erotis dan sensual membuatku gila, Aku ingin sekali merengkuh tubuh Mama
dan balas mengentotinya dengan liar. Aku pikir karena Mama sudah memelukku,
maka akupun tak apa memeluknya. Oleh Karena itu, ku peluk Mama dengan telapak
tanganku memegang pantatnya.
Ketika aku mulai
meremasi pantat Mama, Mama kurasakan kaget karena menarik nafas tiba-tiba.
Kupikir ia akan marah, namun ternyata ia melanjutkan erangannya.
“Yeeeeaaaaaaaaaaah……
mmmmmpppphhhhhhh………. Ahhhhhhhhhhhh………..”
Pipi kami berdua
kini menempel. Pelukan Mama makin erat saja, dan selangkangan kami kini sudah
basah kuyup oleh cairan vagina Mama. Suara selangkangan kami yg beradu begitu
cepatnya dank eras memenuhi kamar tidurku.
“clekclekclekclekclekclek……..”
Ditingkahi
erangan Mama yang terus menerus mengatakan ‘yeah’ dan ‘ah’ diulang-ulang. Aku
jg menjadi ikut terbawa suasana. Aku memberanikan diri mengerang juga.
“aaaaahhhhhh…..
mmmmmpppphhhhhhh…… maaaa…………. Aaaaaaaaaaaahhhhhh……… Maaaa……”
Sengaja kupanggil
Mama disela-sela eranganku karena hal ini membuat aku makin bernafsu. Dengan
memanggil Mama, maka tersirat bahwa aku menyadari bahwa aku sedang bersetubuh
dengan Mamaku dan aku menyukai bersenggama dengan Mamaku. Entah apakah Mama
menyadarinya…
Namun reaksi Mama
hanya terus mengerang, namun pipinya kini diusap-usapkan ke pipiku. Sementara
pelukan Mama kurasa kini sudah erat sekali. Pantat Mamapun kini digerakkan naik
turun begitu cepat dan keras, untungnya spring bed ku mahal sehingga mengikuti
gerakan tubuh kami sehingga aku tidak merasa sakit.
Tiba-tiba Mama
menekan pantatnya dalam-dalam sambil memeluk erat sekali. Pipinya pun ditekan
keras-keras juga di pipiku. Dan kini Mama tidak mengerang, melainkan berteriak
keras-keras,
“Aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhh………………..”
Kurasakan
selangkangannya dan terutama dinding Mekinya bergetar bagaikan tubuh orang yang
kedinginan sambil menjepit penisku erat-erat. Kejadian berikutnya berlangsung
begitu cepat. Aku tak kuasa menahan birahi yang sedari tadi coba kutahan-tahan.
Rasanya begitu nikmat dijepit Mekinya yang hangat dan licin itu. Entah
bagaimana, naluriku yang mengambil alih, aku lepas kedua tangan dari pantat
Mama, lalu kupeluk tubuhnya erat-erat, kemudian aku putar badan, bagaikan
pegulat professional sehingga kini aku yang ada di atas tubuh Mama. Mama masih
orgasme namun membalas dengan merangkulku dengan satu tangan mendekap belakang
kepalaku sementara satu tangan memeluk bahuku, dan kedua kakinya kini merangkul
bagian bawah tubuhku dengan kedua tumit kakinya ditekan ke pantatku.
Setelah Mama
kutindih, dengan secepat mungkin dan sekuat mungkin aku kocok lubang meki Mama.
Kusedot leher Mama dengan mulutku pula. Mama masih mengerang dengan keras dan
memelukku erat-erat. Kulit leher Mama begitu halus di mulutku. Kucupang leher
itu dengan mengenyotinya keras-keras. Sementara Meki Mama yang sempit itu
kuhujami berkali-kali sekuatnya. Akhirnya aku sampai juga. Kutumpahkan maniku
di dalam rahim Mama.
Kami terdiam
beberapa lama. Lalu tanpa bicara, Mama mendorong tubuhku sehingga tak lagi
menindihnya, lalu ia pergi ngeloyor keluar. Di antara perasaan kecewaku, ada
perasaan bahagia dan puas juga. Akhirnya.., pikirku. Lalu aku tertidur.
Keesokan harinya,
sarapan pagi dengan kedua orangtuaku menjadi canggung. Kami bertiga tidak
banyak bercakap-cakap seperti biasanya. Mama dan Papa hanya berbicara
seperlunya saja. Aku sendiri malah hanya terdiam saja sambil mengunyah. Kami
bertiga tahu apa yang terjadi tadi malam, sehingga masing-masing terbelenggu
dengan fakta bahwa Mama dan anak tadi malam baru saja melakukan perhubungan yang
tabu.
Papa pergi bekerja,
sementara Mama menyibukkan diri di dapur untuk cuci piring dan lainnya. Aku
tidak tahu apa yang harus aku lakukan sehingga memutuskan untuk sekolah tanpa
berbicara apa-apa lagi. Hubungan keluarga kami sekarang sudah berbeda dan tidak
dapat dirubah lagi. Entah aku ini senang atau tidak, namun kini, tiap kali aku
lihat Mama maka aku pasti ngaceng.
Ketika hari makin
cepat berlalu, aku jadi semakin kecewa. Karena Mamaku tidak pernah lagi datang
ke kamarku untuk begituan. Apakah dukun itu gagal? Pikirku. Apakah Papa masih
merugi walaupun aku dan Mama telah melakukan ritual? Aku menjadi sangat sedih
ketika kulihat pada bulan ini, tinggal tersisa dua hari lagi. Malam ini akan
terlihat apakah Mama akan meneruskan ritual itu, karena sesuai pesanan pak
dukun, kami harus melakukannya tiga kali dalam sebulan.
Hari telah malam
dan menunjukkan pukul sepuluh. Aku duduk di kamar dengan hanya memakai celana
boxer saja. Jantungku berdetak kacau menunggu Mama. Di satu pihak aku berharap
sangat Mama akan datang, di lain pihak aku ketakutan bila Mama tidak datang
hari ini.
Tiba-tiba saja
pintu perlahan terbuka, dan Mama masuk ke dalam kamar dengan memakai daster yg
sama. Aku merasa lega sekali. Perasaanku berbunga-bunga dan perlahan burungku
mulai mengeras. Aku menanti-nanti dengan jantung yang berdebar-debar ketika
Mama naik ke tempat tidur pelan-pelan tanpa mengeluarkan suara, matanya tak
pernah menatap mataku, lalu ia memelorotkan celanaku sampai lepas dan menduduki
penisku seperti sebelumnya. Hanya saja, saat ini aku sedang duduk di tempat
tidur dan bukan tiduran seperti sebelumnya.
Kini posisinya
Mama menduduki kedua pahaku dan kemaluannya menempel di batang penisku yang
kini mengacung ke atas terjepit antara Meki Mama dan perutku sendiri, lalu Mama
memeluk kepalaku sehingga jatuh di pundaknya. Namun aku dapat melihat bahwa
kini teteknya tidak ditutupi BH sehingga aku menjadi girang tak terkira.
Apalagi saat dadaku merasakan tetek Mama yang hanya berlapiskan daster untuk
pertama kalinya. Tetek Mama begitu empuk dan kenyal dengan puting yang menonjol
bagaikan pensil.
Mama tidak bau
sabun. Tampaknya ia tidak mandi sebelum ke sini seperti sebelumnya, tapi aku
tidak kecewa. Malah aku senang jadinya. Aroma Meki Mama yang pernah kucium
sedikit tercium dari ketiak Mama. Mama mulai menggesekkan kemaluannya di batang
penisku. Namun, kali ini gesekkannya lebih cepat dan nafas Mama pun kali ini
memburu lebih cepat dibandingkan sebelumnya dan lagi pelukan Mama begitu
eratnya. Akupun memeluk badan Mama dan Mama tampaknya tidak marah.
Apakah Mama sudah
horny duluan? Pikirku dalam hati. Ada kemungkinan begitu, karena aku ingat
bahwa dukun bilang Mama hanya boleh bersenggama denganku, sementara sudah
duapuluh hari yang lalu kami berdua melakukan hubungan seksual. Kemungkinan
selama ini Mama seringkali berhubungan seks dgn Papa. Aku pun kalau menjadi
Papa akan selalu ingin berhubungan seks dengan isteri secantik Mama.
Tak lama Meki
Mama sudah basah sekali. Kemudian Mama melepaskan pelukannya, lalu sedikit
menaikan pantat, memegang penisku dan akhirnya memasukkan Mekinya ke penisku
yang sudah tegang dari tadi hingga kepala penisku memasuki liang senggamanya.
Mama lalu menaruh kedua tangannya di pundakku lalu perlahan-lahan merendahkan
tubuhnya sehingga perlahan Mekinya membungkus penisku.
Sepanjang
perjalanan masuknya penisku, Mama memejamkan matanya dan melenguh,
“mmmppphhhhhhhhh………….
Yeaaaaaahhhhhhhhhh……..”
“Maaaamaaaaahhhhh…..”
kataku tak mau kalah,” yeeeaaaaaaah…… Maaaaa……….”
Ketika penisku
sampai lagi di ujung rahimnya, Mama melingkarkan tangannya di leherku dan
dengan satu tangan mendekap kepalaku. Lalu tiba-tiba pantatnya dihenyakkan ke
bawah sehingga penisku menghujam masuk rahimnya secara cepat.
Reaksiku adalah
memeluk Mama erat-erat karena kaget dan sedikit sakit. Rangkulan Mamapun juga
makin erat. Mama mengerang-ngerang dan aku mendesah-desah merasakan sensasi
penisku yang dibungkus dinding Meki Mama sedang dipijat-pijat dinding Meki itu.
Lalu Mama mulai
menggoyang pantatnya. Aku merasakan nikmat sekali. Apalagi kini kami dalam
posisi duduk dan berpelukan. Rasanya kami adalah dua pasang kekasih. Kuingat
Mama tidak mau berciuman denganku, namun aku tak tahan dengan keintiman tanpa
cinta ini. Aku ingin sekali menciumi tubuh Mamaku. Akhirnya aku masa bodo dan
mulai mengenyot pundak Mama yang telanjang.
Mama mulai
mendesis-desis seperti kepedesan. Aku kini menjilati pundak Mama dan mengarah
ke lehernya. Kukecupi dan kujilati leher Mama yang halus. Wajahku terbenam di
lehernya, rambut Mama menutupi kepalaku. Wangi shampoo Mama dan bau tubuh Mama
bercampur di hidungku. Ini adalah bau surgawi, pikirku dalam hati. Mulutku
tidak pernah tinggal diam. Leher Mama sudah habis aku ciumi, jilati dan
kenyoti. Mama makin keras mendesahnya. Semakin lama Mama mempercepat
goyangannya pula.
Kedua tanganku
kugerakkan ke bawah sehingga meremas kedua pantat Mama yang bahenol. Otot pantat
Mama sungguh kenyal dan tidak lembek. Ini mungkin karena Mama rajin ke gym untuk
berolahraga. Sementara itu, kedua pantat Mama yang masih ditutupi daster telah
kuremas-remas sambil kutarik-tarik seirama dengan goyangan pantat Mama.
Suatu saat ketika
aku meremas-remas pantat Mama, tak sengaja kain daster Mama sudah tertarik ke
atas. Aku baru menyadari ketika ujung jari tangan kiriku menyentuh kulit Mama.
Aku serentak mendapatkan ilham. Aku mulai meremasi pantat Mama sambil berusaha
menyingkap daster Mama ke atas lagi. Usahaku perlahan berhasil. Pada akhirnya
kedua tanganku berhasil menggenggam kedua pantat Mama tanpa dihalangi kain
daster itu.
Mama masih sibuk
menggoyangkan pantat dan mengerang-erang kenikmatan. Aku mengambil kesempatan
dengan menyusupkan tangan kananku ke atas sehingga kini tangan kananku sudah
berada dalam daster dan memegang punggung Mamaku secara langsung.
Tiba-tiba Mama
memelukku begitu eratnya aku sampai aku merasa sedikit sesak. Selangkangan Mama
tiba-tiba berhenti bergerak. Mama menekan penisku keras sekali sambil berseru,
“Yeeeeaaaahhhhhh……
Mama sampaaaaiiiiiiii……………”
Mamaku orgasme
duluan. Akhirnya Mama melepaskan pelukannya beberapa saat kemudian. Aku kecewa
begitu Mamaku menarik kedua tanganku sampai lepas dari tubuhnya. Ia menatapku
lalu berkata,
“Ko, kamu itu
bandel ya. Kamu kok cium-cium leher Mama kayak gitu. Kan Mama sudah bilang,
kita ini bukan kekasih. Kita ini Mama dan anak. Jangan berperilaku ga’ sopan
gitu donk.”
Aku hanya
menunduk saja karena kecewa. Tapi setidaknya tanganku yang menggerepe dia tidak
diprotes. Artinya aku boleh lagi nanti. Mama meninggalkan pangkuanku, untuk
sementara aku kecewa sekali karena belum sampai orgasme, namun Mama tidak
keluar kamar melainkan ia merangkak di tempat tidur bagai anjing, hanya saja
sedikit nungging karena kepalanya ia taruh di bantal. Mama lalu menoleh ke
arahku yang berada di belakangnya dan berkata,
“Kamu masukkin
dari belakang saja ya. Biar kamu ga cium-cium Mama lagi.”
Tanpa disuruh
kedua kalinya, Aku segera memposisikan diri di belakang Mama, berhubung aku
lebih tinggi dari Mama, maka aku hanya sedikit menekuk lutut agar penisku sejajar
dengan Mekinya. Aku menyingkap dasternya abyg saat itu menutup pantatnya.
Karena Mama tidak bilang apa-apa, aku beranikan diri menyingkap daster itu
hingga tersingkap hingga setengah punggungnya. Aku belum berani terlalu jauh
takut dimarahi.
Aku tekan penisku
di depan lubang Meki Mama dengan dipandu tangan kananku, tangan kiriku menyibak
pantatnya agar terlihat lubang itu. Setelah pas posisinya, aku dorong pantatku
perlahan demi menikmati sensasi gesekan penisku yang memasuki liang vagina
Mamaku, suatu sensasi gerakan menggeser di mana gesekkan antara dinding vagina
Mama dan batang penisku menyebabkan nafsu birahiku yang sudah tinggi menjadi
semakin tinggi lagi.
Gerakanku
terhenti ketika penisku sudah di ujung lubang dalam vagina Mama dan mencapai
awal rahimnya. Kini kedua tanganku memegang kedua pinggul Mama. Sambil
menghentakkan pantatku ke depan, kedua tanganku menarik pinggulnya untuk
menambah tenaga tumbukkan. Dengan suara plok tanda selangkanganku menampar pantat
Mama, kepala penisku kini sudah memasuki rahim Mama.
“Ooooooooh……………”
teriak Mama perlahan,” dalam banget rasanya…………….”
Dalam posisi
seperti ini, aku rasakan seluruh kepala penisku masuk ke rahim Mama, sementara
sebelumnya hanya tiga perempat saja yang masuk. Posisi ini ternyata memberikan
jarak penetrasi yang lebih jauh.
Aku terpaku pada
pemandangan indah di bawahku. Mamaku yang sedang setengah telanjang dengan
daster terbuka setengah punggung dan bagian bawah yang telanjang, dalam posisi
doggy style dengan penisku ambles memasuki Mekinya. Aku tarik kedua pantatnya
menggunakan kedua tanganku agar pemandangan ini lebih jelas. Kulihat anus Mama
begitu rapat tanda Mama sedang mengencangkan otot vaginanya yang membuat
penisku merasa nikmat karena diremas otot vaginanya itu.
Perlahan kutarik
penisku hingga hanya setengah yang keluar dari Meki Mama, lalu kudorong lagi
sehingga seluruh penisku terbenam di sana. Kulakukan berulang-ulang masih
dengan gerakan pelan, karena pemandangan penisku keluar masuk lubang kehormatan
Mamaku itu begitu indah di mataku. Begitu sucinya selangkangan Mama. Begitu
sucinya kemaluan Mama. Kemaluan yang hanya pernah dijelajah oleh ayahku dan
kini aku yang menjelajahi tiap jengkalnya. Bahkan Papaku itu belum pernah
menjelajah sampai ke dalam rahim Mama.
Aku menjelajahi
alat reproduksi Mama lebih jauh daripada siapapun di dunia ini! Saat itulah aku
berketetapan dalam hati, bahwa Mama harus menjadi milikku dan bukan milik orang
lain. Perempuan keturunan Tionghoa ini harus menjadi milikku. Seluruh jengkal
tubuh perempuan ini harus jadi milikku. Aku harus menjelajahi tiap senti tubuh
seksi ini. Tubuh seorang bidadari yang turun dari surga.
Entah beberapa
menit aku asyik menarik dan mendorong penisku untuk menggeleser dalam lubang
kenikmatan Mamaku, aku baru sadar ketika Mamaku mulai balas mendorong dan
menarik pantatnya. Selain itu, suara Mama mulai terdengar lagi,
“Yeaaah……
yeaaaaaaaaaaaaah……. Lebih cepat….. lebih cepat…….. yeaaaahhhhh..”
Maka aku mulai
mempercepat gerakanku. Di samping tempat tidurku ada lemari dengan kaca besar
di salah satu pintunya. Aku melihat bayangan kami berdua di cermin itu. Cermin
yang menunjukkan seorang remaja sedang mengentot perempuan dewasa dalam posisi
doggy style. Kepala perempuan itu bergerak-gerak dan di wajahnya tampak
kenikmatan dalam bersenggama. Aku lihat dasternya yang terbuka sampai setengah tubuh
Mama. Mungkin kalau aku dorong sedikit-sedikit, aku dapat melihat tetek Mama
dari cermin.
Aku segera
bertindak. Kedua tanganku yang sedang memegang pantatnya mulai kugerakan untuk
meremas-remas pantat itu. Mama mulai memperkeras suaranya, kurasa Mama tidak
sengaja melainkan kenikmatan ini sudah menguasai pikirannya.
“Yeeeeahhhhhhhhhh!!
Cepaaat……….!! Teruuuuus……… Yeeeeaaaaaaaaaaahhhh…….”
Kedua tanganku
kini mulai mengusap-usap pantatnya diselingi oleh remasan. Makin lama kedua
telapakku bergerak ke atas. Kini punggung bawahnya aku belai. Sebenarnya
membelai tdk tepat, melainkan aku mengusap-usap punggungnya. Akhirnya usapanku
makin memanjang, dari bawah punggung ke bagian tengah punggung Mama tepat di
kain dasternya yang terlipat di sana.
Punggung Mama
begitu licin karena Mama sudah keringatan. Kulit putihnya mengkilat dijilat
oleh cahaya lampu kamar. Begitu erotis, pikirku. Usapanku itu terus ku lakukan
hingga jari tanganku mulai mendorongi daster Mama sedikit demi sedikit. Namun
agak susah mendorongnya karena daster itu terlipat. Aku mendapat ilham lagi
lalu aku mengusap ke atas lagi namun kali ini bukan mendorong daster melainkan
tanganku menyusup. Setelah setengah telapakku menyusup di balik daster di
bagian tengah punggung di antara belikatnya, aku segera mengusap balik ke bawah
dan menunggu reaksi Mama. Mama tetap hanya mengerang-ngerang.
“Yeaaaaah………
teruuuuuusssss!!!!”
Aku susupkan lagi
tanganku di bawah dasternya, namun kali ini ketika jariku hendak masuk, aku
menggerakkan kedua telunjukku ke atas dan aku mengkaitkan kain daster itu di
kedua telunjukku, menyebabkan bagian bawah daster mama terjepit antara telunjuk
dan jari tengahku, lalu kuteruskan mengusap ke atas dengan kedua tanganku,
sehingga kini kain daster Mama ikut bergerak ke atas. Untung saja posisi Mama
sedikit nungging, sehingga daster itu kini berjumbel di dada bagian atasnya dan
tidak kembali jatuh ke bawah.
Dari cermin
kulihat toket Mama yang bulat dan mancung menjuntai. Yg menakjubkan adalah
toket itu tampak lebih besar daripada yang tersirat ketika Mama memakai baju.
Aku ingin sekali meraba dada itu namun takut dimarahi. Makanya aku kini kembali
mengusap-usap punggung Mama. Tak terasa karena aku semakin bernafsu, aku kini
mengentoti Mama dengan kuat. Selangkanganku menumbuki pantat Mama dengan
mengeluarkan suara PLOK! PLOK! PLOK! Yang keras terdengar.
“YEAAAH……!”
tahu-tahu kini suara Mama keras sekali. Mama sudah berteriak dan suaranya
memenuhi ruangan kamarku,
”TERUUUUSS…….
KOCOK TERUUUUS…….. KOCOK MEKI MAMAAAA……. MAMA SAMPAIIIII……..”
Aku kaget.
Kemarin Mama tidak seliar ini. Entah apa yang ada dipikirannya. Aku menjadi
gelap mata. Kuraih kedua payudaranya dari belakang. Kurasakan bulatan payudara
Mama melebihi kapasitas genggamanku. Ternyata cukup lebar lingkar payudara
Mama. Aku remasi payudara Mama yang lembut dan kenyal itu. Dan aku tiba-tiba
saja tak dapat menahan lagi dan memuntahkan peju di dalam rahim Mama.
Setelah beberapa
saat aku merebahkan diri di samping Mama. Entah bagaimana aku merasa sangat
puas dan tenteram sehingga tak lama kemudian aku tertidur.
Komentar
Posting Komentar